Pengambilan Sampel pada Systematic Random Sampling untuk Populasi Tak Terbatas

Pengambilan Sampel pada Systematic Random Sampling untuk Populasi Tak Terbatas - AsikBelajar.Com. Dalam banyak hal systematic random sampling seringkali menjadi alternatif pilhan untuk kasus populasi yang tak terbatas jumlahnya. Pada kondisi tersebut penerapan systematic random sampling juga membutuhkan adanya keteraturan.  Sebagai contoh, ketaraturan waktu mengambil unit-unit sampel (setiap 30 menit sekali atau setiap minggu sekali dsb).  Untuk mengurangi bias yang muncul, setelah dilakukan interval pengambilan sampel, perlu juga diperhatikan perlabelan dari unit sampel agar tiap-tiap unit data sampel dapat dibedakan dengan tegas. Label tersebut misalnya diisi dengan nomor sampel ke berapa, kapan diambilnya, siapa petugas pengambilnya dsb.

Sama halnya dengan mekenisme pengambilan sampel pada populasi terbatas (Baca Klik Disini), yang perlu mendapat perhatian adalah penentuan nomor sampel terambil pada interval pertama, karena nomor yang terpilih tersebut akan menjadi acuan bagi pengambilan sampel pada interval-interval berikutnya.

Oleh karena adanya sistematika, maka metode pengambilan sampel dengan metode systematic random sampling ini sering dipakai dalam pengambilan sampel untuk pengendalian mutu, karena dengan penerapan metode ini dimungkinkan untuk mengetahui dengan jelas sumber kesalahan yang ada. 

Contoh: 
Misalkan sebuah usaha konveksi, yg mempekerjakan karyawan dg sistem shift stiap 2 jam, akan meneliti apakah kesalahan produksi terjadi diakibatka oleh mesin (Keausan) atau oleh manusianya (kejenuhan, kelelahan dll). Untuk mengetahui hal tersebut, mka diambil sampel dengan menggunakan metode systematic random sampling. Hasi yg diperoleh sbb:

Kasus 1:

Pd shift pertama (jam 08.00-10.00) diketahui 2,5% produk yg dihasilkan rusak pd 30 menit pertama, 2,0% rusak pd 30 menit kedua, 2,3% rusak pd 30 menit ke tiga dan 2,5% rusak pada 30 menit ke empat. Dapat diperhatikan bahwa untuk kasus seperti ini seorang manajer pengendalian mutu harus segera menghentikan produksi tanpa harus menunggu shift ke dua untuk mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kegagalan produksi. Dalam hal ini kemungkinan penyebab utama kegagalan produksi adalah mesin dan bukan manusianya. Kesimpulan ini diambil atas pertimbangan bila faktor manusia yang menjadi penyebab maka kaitannya adalah faktor kelelahan/kejenuhan dengan berjalannya waktu. Artinya, besarnya kerusakan/kegagalan produksi berbanding lurus dengan bertambahnya waktu. Dalam hal ini tidak nampak, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab cacat adalah mesin.

Kasus 2:

Pd shift pertama dijumpai 0,9% produk yg cacat pd 30 menit pertama, 1% produk cacat pd 30 menit ke dua, 1% produk cacat pd 30 menit ke tiga dan 1,6% produk cacat pd 30 menit ke empat. shift kedua dijumpai 0,7% produk yg cacat pd 30 menit pertama, 0,9% produk cacat pd 30 menit ke dua, 1% produk cacat pd 30 menit ke tiga dan 1,5% produk cacat pd 30 menit ke empat. Shift pertama dijumpai 0,9% produk yg cacat pd 30 menit pertama, 1% produk cacat pd 30 menit ke dua, 1% produk cacat pd 30 menit ke tiga dan 1,6% produk cacat pd 30 menit ke empat. Shift kedua dijumpai 0,9% produk yg cacat pd 30 menit pertama, 1% produk cacat pd 30 menit ke dua, 1% produk cacat pd 30 menit ke tiga dan 1,6% produk cacat pd 30 menit ke empat. Dari pengambilan sampel terlihat bahwa tingkat kerusakan semakin membesarpd 30 menit terakhirpd setiap shift. Atas dasar data tersebut dugaan sementara penyebab banyaknya produksi cacat lebih disebabkan karena kejenuhan pekerja setelah mereka bekerja 1,5 jam terus-menerus. Dengan demikian bila pengambilan sampel diteruskan, maka diperkirakan akan diperoleh hasil yg sama yg menunjukkan faktor pekerja sebagai penyebab kerusakan.

Baca juga:
Cara Pengambilan Sampel pada Systematic Random Sampling untuk Populasi Terbatas (Klik Disini)

Post a Comment

0 Comments