Pendapat Ahli Tentang Penilaian kinerja

Pendapat Ahli Tentang Penilaian kinerja - AsikBelajar.Com.  Penilaian kinerja adalah penilaian hasil kerja yang dapat digunakan untuk memberi informasi kepada para karyawan secara individual. Menurut Chung & Megginson (Gomes, 2002: 135), penilaian kinerja adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. Jadi, penilaian kinerja diperlukan untuk menentukan tingkat kontribusi individu atau kinerja. Tujuan penilaian kinerja untuk: (1) mereward kinerja sebelumnya dan (2) memotivasi perbaikan kinerja pada waktu yang akan datang.

Menurut Handoko (1997: 135), penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.

Dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja yang efektif, yaitu: (1) adanya kinerja yang dapat diukur secara obyektif dan (2) adanya obyektivitas dalam proses evaluasi. Kinerja yang dapat diukur secara obyektif untuk pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kinerja yang dapat diukur secara obyektif, meliputi: (1) relevansi; (2) reliabilitas; dan (3) diskriminasi. Relevansi menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria dengan tujuan-tujuan kinerja. Misalnya: kecepatan produksi bisa menjadi ukuran kinerja yang lebih relevan dibandingkan dengan penampilan seseorang. Reliabilitas menunjukkan tingkat mana ukuran penilaian menghasilkan hasil yang konsisten. Diskriminasi mengukur tingkat dimana suatu kriteria kinerja bisa memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam kinerja. Jika nilai cenderung menunjukkan semuanya baik atau jelek, berarti ukuran kinerja tidak bersifat diskriminatif, tidak membedakan kinerja diantara masing-masing pekerja.

Menurut Szilagyi & Wallace (1983: 360), penilaian kinerja adalah proses dimana organisasi memperoleh umpan balik mengenai efektifitas pegawainya. Secara umum menempatkan fungsi audit dan kontrol serta penyampaian informasi yang ditetapkan organisasi. Dalam prakteknya, penilaian kinerja sangat sulit dilakukan dengan beberapa alasan. Pertama, penilaian kinerja harus menyediakan berbagai tujuan, mulai dari penilaian keberhasilan pemilihan keputusan, penilaian efektifitas kepemimpinan, penilaian kegiatan pelatihan hingga memutuskan bentuk ganjaran. Kedua, penilaian kinerja merupakan pengukuran yang sulit karena banyak faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu: pengaruh lingkungan, organisasi, dan faktor-faktor individual.

Performance evaluation, then, should be defined as the process by which an organization obtains feedback about the effectiveness of its employees. In general, the process serves an auditing and control function, generating information upon which many organizational decisions are made. In practice, however, performance evaluation is very difficult for several reasons. First, performance evaluation must serve many purposes, from evaluating the success of selection decisions, to assessing the effectiveness of a leader, to evaluating training efforts, to making reward decisions. Second, the assessment of performance itself is a difficult measurement task because so many factors influence performance, including environmental, organizational, and individual factors.

Dessler (2002: 169), mengatakan ada enam dimensi dalam penilaian kinerja, yaitu: (1) kualitas, meliputi akurasi, ketelitian dan penampilan kerja yang dapat diterima; (2) produktivitas, meliputi: kualitas dan efisiensi kerja yang dihasilkan; (3) pengetahuan kerja, meliputi: keterampilan teknis, praktis dan informasi yang digunakan dalam bekerja; (4) reliabilitas, meliputi: penyelesaian tugas-tugas, upaya dan tindak lanjut; (5) availability, meliputi: istirahat kerja dan catatan kehadiran; (6) independence, yaitu: melakukan pekerjaan yang lebih luas dengan sedikit atau tanpa supervisi.

Menurut Gomes (2002: 137), dilihat dari titik acuan penilaiannya, terdapat tiga tipe kriteria penilaian kinerja yang saling berbeda, yaitu: (1) penilaian kinerja berdasarkan hasil; (2) penilaian kinerja berdasarkan perilaku; dan (3) penilaian kinerja berdasarkan judgment (pertimbangan-pertimbangan tertentu). Penilaian kinerja berdasarkan hasil adalah merumuskan kinerja berdasarkan pencapaian tujuan organisasi atau mengukur hasil-hasil akhir. Sasaran kinerja bisa ditetapkan oleh manajemen atau oleh kelompok kerja, tetapi jika menginginkan agar para pekerja meningkatkan produktivitasnya, maka penetapan sasaran secara partisipatif dengan melibatkan para pekerja akan jauh berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas organisasi. Praktek penetapan tujuan secara partisipatif yang biasanya dikenal dengan istilah manajemen by objective (MBO) dianggap sebagai sarana motivasi yang sangat strategis karena para pekerja langsung terlibat dalam keputusan-keputusan perihal tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja berdasarkan perilaku adalah mengukur sarana pencapaian sasaran dan bukannya hasil akhir. Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan tidak memungkinkan diberlakukannya ukuran-ukuran kinerja yang berdasarkan pada obyektifitas karena melibatkan aspek-aspek kualitatif. Jenis kriteria ini biasanya dikenal dengan BARS (behaviorally anchored rating scales) dibuat dari kejadian-kejadian kritis yang terkait dengan berbagai dimensi kinerja.

Penilaian kinerja berdasarkan pertimbangan adalah menilai dan atau mengevaluasi kinerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, misalnya: jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya, keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul, kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya, serta hal-hal yang menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi dan sejensinya.

Menurut Handoko (1997: 141), metode penilaian kinerja dikelompokkan menjadi metode yang berorientasi pada prestasi masa lalu dan yang berorientasi masa mendatang. Metode-metode penilaian berorientasi masa lalu, meliputi: (1) rating scale; (2) checklist; (3) metode peristiwa kritis; (4) metode peninjauan lapangan (field review method); (5) tes dan observasi kinerja; dan (6) metode evaluasi kelompok. Rating scale merupakan penilaian subyektif yang dilakukan oleh penilai terhadap kinerja karyawan dengan skala tertentu dari rendah sampai tinggi. Penilaian hanya didasarkan pendapat penilai yang membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor-faktor (kriteria) yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja. Penilai biasanya atasan langsung. Checklist dimaksudkan untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan kinerja dan karakteristik-karakteristik karyawan. Penilai biasanya atasan langsung. Tanpa diketahui oleh penilai, departemen personalia memberikan bobot pada item-item berbeda yang memungkinkan penilaian dapat dikuantifikasikan sehingga skor total dapat ditentukan. Metode peristiwa kritis merupakan metode penilaian yang mendasarkan pada catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini disebut peristiwa kritis. Berbagai peristiwa tersebut dicatat oleh penyelia selama periode penilaian terhadap setiap karyawan. Metode peninjauan lapangan digunakan untuk mencapai penilaian yang lebih terstandarisasi. Dengan metode ini, penilai turun ke lapangan. Penilai mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang kinerja karyawan. Kemudian penilai mempersiapkan penilaian atas dasar informasi tersebut. Tes dan observasi kinerja dilakukan bila jumlah pekerjaan terbatas. Penilaian kinerja didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, baik berupa peragaan atau tertulis. Metode penilaian kelompok dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung. Metode penilaian kelompok berguna untuk pengambilan keputusan kenaikan upah, promosi dan berbagai bentuk penghargaan organisasional karena dapat menghasilkan ranking karyawan dari yang terbaik sampai terjelek.

Metode-metode penilaian berorientasi masa depan memusatkan pada kinerja di waktu yang akan datang melalui penilaian potensi karyawan atau penetapan-penetapan sasaran-sasaran kinerja di masa mendatang. Metode-metode yang bisa digunakan: (1) penilaian diri; (2) penilaian psikologis; (3) pendekatan management by objectives (MBO); dan (4) teknik pusat penilaian. Penilaian diri berguna bila tujuan penilaian untuk melanjutkan pengembangan diri. Bila karyawan menilai dirinya sendiri, perilaku defensif cenderung tidak terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung dilaksanakan. Penilaian psikologis terdiri dari wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi dengan atasan langsung dan review penilaian lainnya. Penilaian psikologis biasanya dilakukan psikolog yang digunakan untuk menilai potensi karyawan di waktu yang akan datang. Pendekatan management by objective (MBO) berdasarkan pada pendekatan bahwa setiap karyawan dan penyelia secara bersama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang. Kemudian dengan menggunakan sasaran-sasaran tersebut penilaian kinerja dilakukan secara bersama pula. Teknik pusat penilaian digunakan untuk membantu identifikasi “talenta” manajemen di waktu yang akan datang, terutama dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Assesmen centers adalah suatu bentuk penilaian karyawan yang distandardisasikan yang tergantung pada berbagai tipe penilaian dari penilai. Penilaian bisa meliputi: wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok, simulasi, dan sebagainya untuk menilai potensi karyawan di waktu yang akan datang.

Post a Comment

0 Comments