
Bangsa yang "Merasa" Pintar dengan Kabinet Rusuh - AsikBelajar.Com. Hikmah dari pemilu pemilihan Presiden adalah banyak hal yang menjadikan pembelajaran buat rakyat Indonesia. Namun terlepas dari baik-buruknya dampak yang ditimbulkan, ternyata dari pilpres tersebut menghasilkan bangsa yang sudah bisa memberikan argumennya atas pilihannya, terlepas dari betul tidaknya argumen tersebut. Secara kasar dapat dirasakan bahwa kedua kubu masing-masing merasa pintar dengan pilihannya dan merasa yang paling benar. Sejatinya mereka harus mengkritisi kebijakan pemerintah yang memberatkan kehidupannya dimasa datang, namun kadang akal sehat hilang karena "mengkultuskan" kandidat, akibatnya kesalahan sang kandidat tidak terlihat, padahal sang kandidat juga manusia biasa yang penuh dengan kekeliruan dan kehilapan. Contoh yang diberitakan Silontong.com dengan judul "Alamak, Warga Sinabung Kena Tipu Jokowi? No HP yang dibagikan Jokowi Ternyata Punya Herman" (http://silontong.com/2014/11/01/alamak-warga-sinabung-kena-tipu-jokowi-no-hp-yang-dibagikan-jokowi-ternyata-punya-herman/ diakses tgl. 02/11/2014) dan Okezone.com dengan judul "Nomor HP yang Dibagikan Jokowi Ternyata Milik Herman" (http://news.okezone.com/read/2014/11/01/337/1059810/nomor-hp-yang-dibagikan-jokowi-ternyata-milik-herman, diakses tgl.02/11/2014). Apa tanggapan rakyat atas kejadian tersebut? Ada yang memojokan dan atas yang membela. Aneh kan? Harusnya kita melihat suatu kesalahan sebagai kehilapan atau salah ucap sang Presiden, sehingga kita maklum. Bukan saling sanggah dan merasa pintar. Buat Presiden Jokowi (bila benar salah ucap), harusnya lebih hati-hati lagi dalam berbicara, terlebih "memberi" info kepada masyarakat yang lagi kesusahan.
Nah, kelakuan masyarakat ternyata tidak beda dengan "wakilnya" di parlemen. Kelakuan para wakil sama sekali jauh dari harapan kita. Anggota dewan tidak memberikan kesejukan pembelajaran buat bangsanya, malah memberikan contoh yang "konkret" bahwa "premanisasi" itu perlu dan ada dalam kehidupan ini...Menyedihkan!. Padahal bila ditinjau dari tingkat pendidikan, mereka sangat berada di atas rata-rata. Titel mereka mulai dari S1, S2, S3 bahkan Profesor. Kenapa justru lebih "parah" daripada kelakuan masyarakat yang ada? Harusnya, para anggota dewan yan terhormat "menjunjung" tinggi keputusan yang diambil berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku. Singkirkan ego. Bahayanya kondisi tersebut "dimanfaatkan" oleh pihak-pihak ketiga yang ingin mengambil keuntungan dari kondisi carut-marut seperti ini. Apakah bangsa ini sudah tidak mempunyai pemimpin yang disegani dan dihormati sehingga kita semua "seperti" orang kesurupan yang tidak mempunyai kontrol?.
Marilah kita semua berpikir "WIN-WIN" untuk kejayaan Bangsa dan Negara Indonesia. Janganlah kelakuan elit "membenarkan" bahwa mereka boneka negara lain dan memikirkan diri dan kelompoknya saja seperti pendapat sebagian masyarakat. Namun hendaknya para elit dapat membuktikan dengan karya nyata, yaitu: harga-harga konsumsi murah dan terjangkau dengan daya beli masyarakat, berobat dan pendidikan yang merata dan murah, adanya kemudahan masyarakat dalam berusaha dan bekerja. Dengan kata lain, para elit harus mengantarkan bangsanya menuju masyarakat adil dan makmur dan bermartabat. MAMPUKAH ? (IMHO).
2 Comments
bukti rakyat kita belum pintar, tergambar dalam wakil rakyat dan pimpinan terpilih
ReplyDeleteTo: Taring
ReplyDeleteartinya...anggota dewa bs dijadikn miniatur bangsa?
Berikan Komentar Terbaik Anda Disini [NO SPAM, SARA n PORN]. Terima Kasih