AsikBelajar.Com – Keara Risjad | Sabtu sore aku mengunjungi kota tampat tinggalmu. Aku berangkat dari siang. Pagi hari sebelum berangkat aku mengabarimu atas rencana keberangkatanku ini. Ku beritahu keinginan untuk sebuah pertemuan. Kita yang hanya mengenal melalui sosial media twitter dan belum pernah bertemu setelahnya. Ah tapi ketika pesan yang kukirimkan, kamu tidak terlalu senang dengan kabarku. Kamu bilang kamu sibuk dengan pekerjaanmu hari itu, padahal Sabtu adalah dimana hari kita bisa libur setelah menjalani 5 hari bekerja. Tapi kamu bilang kamu sibuk karena ada persiapan untuk kegiatan yang harus dilakukan pada hari senin berikutnya, dan kamu bilang kamu akan mengusahakan untuk bertemu.

Senja saat aku tiba, aku mengabarimu. Katamu kamu masih sibuk dengan pekerjaanmu. Embusan nafas panjang pun secara tak sadar kulakukan. Mungkin aku bisa menemui malam hari, ini kan malam minggu batinku. Akupun memutuskan untuk menginap di rumah keluargaku. Dan, ku coba mengajakmu kembali untuk bertemu. Tapi, pesanku tak terbaca olehmu. Akupun berkeliling kotamu, sendirian. Menanti pesan yang ku kirimkan berbalas. Akupun mulai bosan, karena aku tak tahu menahu tempat apa yang kiranya mengasyikan untuk dikunjungi, karena itu pertama kalinya aku kesana. Dan kuputuskan untuk pulang. Menjelang tengah malam, saat kantuk ku tak kunjung datang karena rasa kecewa yang tidak bisa diutarakan. Sebuah pesan masuk, kamu mengabari kalau kamu baru saja selesai melakukan tugasmu, pekerjaanmu. Aku pun mencoba berlapang dada membalas dengan “iya, mungkin nanti kalau ada kesempatan lagi kita bisa bertemu.” Tak ada kata maaf, tak ada kalimat penyesalan karena kita tak bertemu. Sebab akulah yang menginginkan temu. Bukan kita. Pekerjaan mu menyita waktumu. Dan aku, bukan prioritasmu. Apakah aku terlalu egois dengan menaruh harap kamu bisa meluangkan waktumu untuk bertemu walau hanya sekejap? Sebab pada akhirnya pertemuan terjadi karena pihak satu dengan yang lain menginginkan, bukan hanya salah satu. Dan dengan kekecewaan yang kurasakan aku sadar, aku terlalu menaruh harap. Kamu tidak menginginkan pertemuan. Aku bukan siapa-siapa. Salahku yang beranggapan kalau kamu juga ingin bertemu. Nyatanya, jarak yang kutempuh untuk bertemu tak menyentuh hatimu. Terima kasih untuk senda gurau-canda tawa yang telah kita lalui meski hanya dari pesan. Terima kasih untuk mengajarkan tentang tabah dari kecewa pada memupuk harap sendirian.
Ditulis oleh: Keara Risjad
Leave a Reply