AsikBelajar.Com | Remaja dan kehidupan sekolah merupakan masa yang paling indah dalam pandangan realitas sosial. Bagi remaja yang beruntung dengan kehidupan orang tua yang berkecukupan masih dapat belajar di sekolah yang lebih tinggi setelah menamatkan pendidikan di sekolah dasar atau yang setingkat. Remaja yang beruntung ini relatif lebih banyak di kota-kota dari pada di pelosok-pelosok desa. Di desa cukup banyak remaja yang kurang beruntung dalam mencapai pendidikan yang lebih baik. Setelah tamat sekolah dasar, hanya sebagian kecil yang mendapat kesempatan untuk melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan sisanya lebih banyak remaja yang terpaksa tidak dapat melanjutkan karena faktor ekonomi orang tua yang kurang mendukung. Karena tidak sekolah, mereka diharapkan dapat membantu pekerjaan orang tuanya di sawah atau di ladang atau mencari pekerjaan di kota-kota tertentu meski terkadang tidak …111
berhasil mendapatkannya disebabkan tidak ada lowongan kerja atau karena pekerjaan yang tersedia di kota tidak didukung dengan keterampilan.
Remaja dari keluarga yang terpelajar atau yang berada biasanya diharapkan oleh orang tuanya untuk melanjutkan sekolah di perguruan tinggi, setelah mereka menamatkan sekolah di tingkat SMU atau yang sederajat. Kalau di masa lalu para remaja dapat dengan mudahnya masuk perguruan tinggi, sekarang kemudahan itu tidak ada lagi, mereka harus bersaing ketat melalui seleksi penerimaan mahasiswa baru. Hal ini disebabkan daya tampung perguruan tinggi tidak sesuai dengan besarnya minat para remaja untuk menjadi mahasiswa di perguruan tinggi yang diminatinya. Mereka yang dinyatakan tidak lulus seleksi, karena perguruan tinggi lain sudah penuh, dengan terpaksa mereka tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Akhimya, ketimbang menganggur, ada juga di antara remaja bekerja. Sering juga karena kesempatan kerja terbatas, banyak remaja yang tidak menentu nasibnya.
Di sekolah, remaja dihadapkan pada masalah penyesuaian diri dengan teman-teman sebaya. Kebutuhan akan penyesuaian diri ini sebagai akibat adanya keinginan bergaul remaja dengan teman sebaya. Dalam proses penyesuaian diri sering remaja dihadapkan pada persoalan penerimaan atau penolakan teman sebaya terhadap kehadirannya dalam pergaulan. Di pihak remaja penplakan kelompok teman sebaya merupakan hal yang mengecewakan. Untuk menghindari kekecewaan-kekecewaan itu remaja perlu memiliki sikap, perasaan, keterampilan-keterampilan perilaku yang dapat menunjang penerimaan kelompok teman sebayanya.
Kebutuhan penyesuaian diri remaja terhadap guru merupakan tugas lain yang harus dilaksanakan remaja setelah dia dapat dengan baik menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya. Kebutuhan penyesuaian diri remaja dengan guru timbul karena remaja dalam pcrkcmbangannya yang ”melepaskan diri” keterikatan dari orang tua, ingin mendapatkan orang dewasa lain yang dapat dijadikannya ”sahabat” dan sebagai pembimbing. Bagi remaja berhubungan …112
dengan guru sangat penting, karena dengan keakraban hubungan mereka dapat bergaul secara harmonis dan matang. Terjadinya kerawanan hubungan guru dengan remaja disebabkan kedua belah pihak tidak dapat menyesuaikan diri masing-masing. Ketidakmampuan remaja menyesuaikan diri dan ketidak-berdayaan remaja untuk mendapatkan sesuatu keuntungan lebih banyak dari para guru, membuat remaja kecewa, karena remaja tidak dapat merealisasikan dorongan-dorongannya untuk menunjukkan kedewasaan bergaul dengan orang-orarig dewasa. Penolakan orang dewasa terhadap keinginan remaja untuk bergaul dengan orang dewasa itu, dapat menimbulkan perasaan rendah diri, yang lebih lanjut dapat mengganggu kestabilan pribadi remaja tersebut.
Meski kemampuan untuk beradaptasi dengan guru dan teman sebaya harus dilakukan oleh remaja, tetapi mereka juga tidak bisa mengabaikan tugas mereka untuk menyesuaikan diri terhadap bahan pelajaran baru dalam mata peiajaran yang telah diterima sebelumnya atau belum pernah diterima sama sekali. Penyesuaian diri di sini berhubungan dengan masalah kesiapan remaja untuk menerima bahan pelajaran dengan segenap jiwa raga. …113
Sumber:
Djamarah, Syaiful Bahri, 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hal.111-113.
Leave a Reply