AsikBelajar.Com | Masih sangat jelas kejadian 21 (Dua puluh satu) tahun yang lalu, sahabat-sahabat kita berjuang menurunkan pemerintahan orde baru di bawah pimpinan Presiden Indonesia yang kedua yaitu Soeharto. Saat itu, Soeharto membacakan teks yang ditulis oleh bapak Prof. Yusril tentang pengunduran dirinya sebagai mandataris MPR. Padahal, pemerintahan Soeharto baru saja di tahun 1997 dengan Golkarnya (Belum menjadi partai golkar) sebagai pemenang pemilu. Peristiwa demi peristiwa tersebut rasanya sangat dekat dengan diri kita. Seolah-olah kejadian tersebut baru kemarin terjadinya. Tepatnya tanggal 21 Mei 1998 terjadi gerakan reformasi yang memaksa Soeharto harus turun dari jabatan presiden Republik Indonesia.
Bagi AsikBelajar.Com, gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa saat itu adalah suatu gerakan adanya keinginan mengembalikan demokrasi negara kepada kekuasaan rakyat dan menata kembali formasi-formasi negara yang mereka anggap melenceng dari relnya akibat isu KKN (Korupsi, Kolusi & Nepotisme).
Apakah yang dapat kita petik dari buah reformasi ? Terlepas dari sudut pandang politik, bila dipandang dari seorang blogger, maka ada beberapa catatan yang dapat kita ambil hikmahnya, antara lain :
1. Dari sudut manajerial dalam hal ini meyangkut kepemimpinan, maka reformasi memberi pelajaran kepada kita bahwa seorang pemimpin jangan terlalu percaya kepada bawahannya dari sudut pandang politik.
2. Seorang pemimpin jangan terlalu percaya dengan angka-angka politik yang kebenarannya masih harus diuji menurut pendapat publik yang netral.
3. Seorang pemimpin harus mempunyai rasa “legowo” bila memang harus lengser dari jabatannya.
4. Seorang pemimpin harus yakin dengan kata hatinya dari pada mendengarkan para pembisiknya.
5. Seorang pemimpin harus mempunyai rasa tanggungjawab bila memang harus mempertanggungjawabkan atas segala kesalahan yang bisa dibuktikan secara sah oleh hukum.
Ada yang mau tambahkan ?
Oya, apakah yang dapat kita lihat dan rasakan sekarang sebagai hasil dari buah reformasi? Menurut AsikBelajar.Com adalah adanya pembagian-pembagian kue pembangunan di setiap daerah terutama bagi yang aji mumpung bisa / dapat melakukan hal-hal tersebut kepada kroni-kroninya. Jika pusat punya istilah raja-raja kecil di daerah, maka dalam hal ini AsikBelajar.Com tidak sependapat dengan istilah raja-raja kecil tersebut, karena bagaimanapun pemerintah pusat harusnya bercermin kepada diri sendiri, kenapa daerah melakukan hal yang seperti itu? Jika memang reformasi untuk tujuan me-“Re formasi” tatanan kenegaraan, apakah proporsi merupakan jawaban yang kita nikmati sekarang? Entahlah…..
Leave a Reply