Banyak definisi tentang hubungan masyarakat. Awalnya hubungan masyarakat dikemukakan kali pertama oleh Thomas Jefferson tahun 1807 yang ketika itu dimaknai sebagai Public Relation.
Ibnoe Syamsi dalam Suryosubroto (2004: 155) mendefinisikan humas sebagai kegiatan organisasi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar mereka mendukungnya dengan sadar dan sukarela. Kegiatan kehumasan adalah melakukan publisitas tentang kegiatan organisasi kerja (sekolah) yang patut diketahui oleh pihak luar secara luas. Bentuknya adalah menyebarluaskan informasi dan memberikan penerangan-penerangan untuk menciptakan pemahaman yang sebaik-baiknya di kalangan masyarakat luas mengenai tugas-tugas dan fungsi yang diemban sekolah tersebut, termasuk mengenai kegiatan yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan berdasarkan volume dan beban kerjanya.
Menurut Suryosubroto (2004; 157), hasil kerja dari kehumasan yang efektif apabila ada saling pengertian antara sekolah dengan pihak masyarakat. Adanya kesediaan untuk untuk membantu karena mengetahui manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing, dan tumbuhnya rasa ikut bertanggung jawab dari masyarakat terhadap kemajuan sekolah.
Sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di mana keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah ditegaskan eksistensi serta peran dan fungsinya, maka hubungan sekolah dengan masyarakat semakin perlu dikelola dengan sungguh-sungguh. Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bawa lemabaga ini memiliki peran memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Implikasinya, masyara- kat berkepentingan terhadap informasi dari sekolah agar mereka dapat memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan terhadap sekolah. Sebaliknya, sekolah harus semakin terbuka terhadap masyarakat dan menjalin hubungan dengan lebih intensif.
Pengawas yang memiliki fungsi supervisi dan perbantuan (enabling) kepada sekolah dituntut untuk dapat membina kerjasama sekolah dengan pihak-pihak lain yang terkait. Di bawah ini akan diajukan sejumlah alternatif dalam membina kerjasama sekolah dengan pihak eksternal dalam kepen-tingan pemberdayaan sekolah:
- Mendorong sekolah untuk melakukan dialog dengan komite sekolah dan masyarakat. Di dalam dialog, sekolah menyampaikan konsep dan strategi peningkatan mutu pendidikan dengan berbagai langkah taktisnya. Sementara itu pihak komite sekolah turut memikirkan dan memberi masukan terhadap program yang akan dilaksanakan oleh sekolah. Pengawas dapat berperan untuk memperlancar program peningkatan mutu sekolah dengan jaringan yang dimilikinya, seperti dengan kepala dinas pendidikan, kepala kantor cabang dinas kecamatan, dunia industri dan du- nia usaha, perpustakaan daerah, musium, dan lain-lain. Dalam posisi ini, pengawas tidak hanya memantau hubungan sekolah dengan masyarakat dalam arti pasif tetapi juga memberikan bantuan dalam menjalin relasi tersebut.
- Membantu sekolah dalam perekayasaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) melalui organisasi Jaringan Kurikulum baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Perekayasaan KTSP tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan penyusunan naskah KTSP, penyusunan jadwal mata pelajaran, pengumpulan silabus dan RPP, atau aspek teknis lainnya tetapi di dalamnya menyangkut mengembangan visi dan misi sekolah secara utuh dan aktif. Pengawas berperan membantu sekolah ketika melakukan relasi dengan pihak lain untuk mencari tempat kerja praktek (bagi SMK) dan melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak luar dengan berbagai tujuan.
- Membantu sekolah menjalin hubungan dengan organisasi profesi dan keilmuan, seperti menjalin hubungan dengan Perguruan Tinggi, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Geograf Indonesia, Masyarakat Sejarah Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, dan lain-lain. Bahkan menjalin hubungan kelembagaan secara internasional yang kemudian kita kenal dengan gagasan Sekolah Koalisi. Tujuan kerjasama tersebut diarahkan agar lembaga profesi dapat memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan interaksi dan menjadi sumber informasi.
- Membantu sekolah menjalin kelembagaan antar jenjang sekolah pada daerah binaannya. Artinya, sekolah dapat melakukan tukar informasi tentang kondisi dan kebijakan sekolah masing-masing. Bagi tingkat TK/RA menjalin hubungan kelembagaan dengan sejumlah SD/MI. Tingkat SD/MI menjalin hubungan dengan sejumlah SMP/MTs. Tingkat SMP/MTs dapat menjalin hubungan kerjasama dengan sejumlah SMA/MA. Manfaat kerjasama antara lain untuk memudahkan dalam menyalurkan minat anak didik yang ingin melanjutkan sekolah di tempat tersebut.
- Membantu sekolah dalam peningkatan proses pembelajaran muatan lokal antar sekolah yang dibinanya. Pengawas tidak hanya bertindak melaksa- nakan monitoring, tetapi juga meningkatkan akselerasi peningkatan mutu khususnya kurikulum muatan lokal. Karena itu, dibutuhkan kerjasama antarpengawas se Kabupaten/Kota dalam menyukseskan kurikulum muat- an lokal.
- Membantu sekolah dalam melakukan kegiatan bersama seperti pameran, Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) antarsekolah, lomba cerdas cermat, pertukaran pelajar, latihan kepemimpinan antar OSIS, tryout dan pembinaan peserta olimpiade, dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut adalah instrumen dalam menjalin kerjasama dengan pihak luar terutama para stakeholder terkait agar mereka merasa ikut terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan di daerahnya.
- Membantu sekolah dalam menyelenggarakan promosi guru berprestasi, siswa berprestasi, dan aspek akademik lainnya.
- Membantu sekolah dalam mencari sumber dana pelatihan dan penelitian bagi guru-guru seperti untuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkolaborasi dengan Perguruan Tinggi, pembinaan MGMP dan KKG, atau penyampaian informasi tentang dana hibah lainnya.
- Membantu sekolah dalam menjalin hubungan dengan dunia usaha jika sekolah berencana melakukan pengembangan usaha koperasi sekolah, peningkatan kesejahteraan guru, dan usaha lainnya yang relevan.
Dari sekian gagasan pemberdayaan sekolah di atas mungkin saja ada yang melebihi dari tugas dan kewenangan pengawas. Di sinilah pentingnya pengetahuan pengawas tentang peluang dalam memperluas wewenang. Dengan maksud yang baik, pengawas akan lebih dekat dengan sekolah baik dengan kepala sekolah maupun guru. Pengawas menjadi mitra kerja sekolah dan dengan demikian akan menghapus gambaran yang kurang baik tentang pengawas sekolah.
Apakah dengan kemauan yang besar dari pengawas sebagaimana yang telah digambarkan di atas, kinerja sekolah akan meningkat?. Jawaban- nya belum tentu, karena kemampuan sekolah sangat berbeda-beda. Untuk menciptakan sekolah yang dinamis sebagaimana yang diharapkan, pengawas melakukan langkah sebagai berikut:
- Niatkan untuk ”mengkader” kepala sekolah sebagai pionir pemberdayaan di sekolahnya. Artinya, perlu mengajak kepala sekolah untuk memahami visi sekolahnya dan merencanakan terobosan dalam pemberdayaan seko lah.
- Langkah kedua, ”mendidik” sekolah dengan menciptakan kegiatan bersama di lingkungan sekolah-sekolah binaan pengawas tanpa harus menunggu waktu yang disediakan oleh sekolah. Bersamaan dengan itu, pengawas menciptakan situasi dan atau ”merekayasa” guna mendorong pihak sekolah perlu melakukan kerjasama dengan pihak tertentu dalam mengembangkan sekolah.
- Langkah ketiga, secara berkala pengawas mengungkapkan laporan kemajuan sekolah di depan guru dan siswa dalam upacara bendera dan atau pada kesempatan lain. Dalam pertemuan, pengawas mengemukakan pandangan dan pendapat sendiri dengan lugas dan jujur.
- Langkah keempat, menciptakan kegairahan dan semangat akan program pemberdayaan sekolah. Jika pengawas tampak setengah-setengah atau tidak bersemangat terhadap proses pemberdayaan, jangan harap orang lain akan bergairah.
- Langkah kelima adalah memperlengkapi, artinya memberi sedikit jami-nan terhadap sesuatu yang masih menjadi keraguan pihak sekolah. Penga-was hendaknya memposisikan diri sebagai bagian dari tim sekolah sehingga ikut bertanggung jawab dalam suatu kegiatan.
- Langkah keenam adalah menilai, didalamnya tentu ada unsur memantau yang dilakukan secara terus menerus. Pengawas memberikan penilaian terhadap pihak sekolah dan sebaliknya pengawas meminta pihak sekolah seperti dari kepala sekolah, guru, komite sekolah, bahkan siswa untuk menilai perkembangan selama kepemimpinannya dalam pengawasan.
Dari langkah-langkah di atas, kegiatan yang paling utama dan memi- liki dampak kebijakan secara langsung adalah dari langkah pertama dan kedua yaitu mengkader kepala sekolah dan langkah ”mendidik” sekolah. Langkah selanjutnya akan mengikuti seiring dengan perkembangan kondisi tahap kedua.
Untuk menciptakan kegiatan bersama, pengawas perlu melakukan koordinasi dengan dinas pendidikan dan pembentukan tim panitia dari perwakilan masing-masing sekolah. Dalam penciptaan kegiatan bersama, panitia harus memperhitungkan dampak penetesan (trickling down effect) terhadap kegiatan lainnya.
Misalnya untuk memacu penguasaan kompetensi mata pelajaran, tim panitia lebih baik menyelenggarakan kegiatan cerdas cermat daripada lomba pidato, kecuali untuk membina kemampuan berbahasa lebih baik kegiatan lomba pidato daripada cerdas cermat.
Pemilihan kegiatan bersama dapat dirumuskan oleh tim panitia setelah meminta pandangan dari tim pengembang KTSP tiap sekolah, kepala sekolah, dan komite sekolah. Pengawas mencoba membuka jalan dan menghilangkan rintangan-rintangan yang mungkin menghambat terlaksananya kegiatan tersebut. Berikut adalah alternatif langkah membangun kerjasama antar sekolah dalam sebuah kegiatan:

”Rekayasa” kedua adalah mempertemukan sekolah dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan pengembangan kurikulum. Dalam rencana program kerja tahunan, khususnya pada satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mungkin membutuhkan tempat praktek kerja dan atau lokasi kunjungan sekolah-sekolah. Atas alasan itu, sekolah dapat diminta oleh pengawas untuk melakukan MoU dengan pihak industri untuk mendukung pelaksanaan kurikulum dengan baik. Berikut adalah contoh ”rekayasa” pertemuan sekolah dengan pihak eksternal sekolah seperti industri, musium, swasta, instansi pemerintah, dan lain-lain:

Bagan di atas dapat diterangkan sebagai berikut. Pada awalnya pengawas melakukan pemahaman terhadap KTSP yang dikembangkan oleh pihak sekolah. Setelah itu, ia menggali rencana implementasi dari pengem-bangan kurikulum yang terkait dengan pihak eksternal. Jika sekolah telah memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan dengan pihak eksternal sekolah, tugas pengawas berusaha menghilangkan rintangan yang mungkin akan dijumpai. Tetapi jika ternyata apa yang direncanakan oleh pihak sekolah masih kurang memadai maka pengawas dapat berperan sebagai fasilitator yaitu membantu sekolah mempersiapkan MoU dengan pihak-pihak eksternal.
Ada kalanya dalam melakukan MoU, pihak sekolah masih merasa ragu, takut salah, dan membutuhkan penguatan dari pengawas. Sebaliknya, pengawas juga terkadang merasa khawatir terhadap inovasi yang lahir dari sekolah. Jika menghadapi kondisi demikian, disarankan untuk kembali pada langkah awal yaitu pemberdayaan diri sendiri terlebih dahulu. Karena barangali kita semua masih tidak memahami kewenangan masing-masing dan tidak mengetahui sejauh mana kewenangan kita dapat diperluas.
Leave a Reply