Penjajah itu Bernama Gadget – AsikBelajar.Com. Menurut pakar teknologi informasi dari ITB, Dimitri Mahayana: sekitar 5-10 persen gadget mania terbiasa menyentuh gadgetnya sebanyak 100-200 kali dalam sehari. Jika waktu efektif manusia beraktivitas 16 jam atau 960 menit sehari, maka orang yang kecanduan gadget akan menyentuh perangkatnya itu 4,8 menit sekali. Hmmm…bayangkan…setiap 4 – 5 menit orang tersebut menyentuh gadgetnya.
Penjajah itu Bernama Gadget

Bila kita renungkan dari data di atas, pastaskah Gadget kita katakan sebagai penjajah? Dalam hal ini penjajah yang dimaksud adalah yang “merampas waktu kita”. Karena Gadget kita tidak lagi saling berinteraksi dan saling “mengenal”. Kita seolah-olah “asing” satu sama lain. Saat makan dengan pasangan/keluarga, kadang kita harus memoto makanan/menu yang ada dulu, dan bukannya memoto pasangan/keluarga. Bila kita diruang tunggu, bukannya kita saling berbagi cerita, tetapi asik dengan gadget masing-masing. Bagian lainya, mari kita diskusikan dari sisi negatifnya:
Segi Kesehatan: pengguna gadget mania punya resiko terhadap penyakit kanker akibat radiasi yang ditimbulkan.
Segi Sosial & Budaya: adanya perubahan pandangan terhadap hubungan sosial antar manusia. Kalau dulu hubungan diperlihatkan dengan saling bertemu dan kontak mata, sekarang cukup lewat perangkat. Akibatnya rasa kepekaan sosial mulai berkurang terhadap sesama. Sekarang istilah phubbing (Phone Snubbing) menjadi bahan pembicaraan dimana-mana. Phubbing adalah penyakit sosial era revolusi industri 4.0 yang selalu tergantung dengan adanya alat yang bernama gadget walaupun lagi di tengah orang banyak.
Segi Kriminalitas: karena ingin membeli gadget, kadang terjadi perampasan /penjambretan.
Jadi??? Bila ternyata gadget bisa membunuh kita akibat kanker, gadget membuat kita cuek satu sama lain, dan dampak negatif lainnya adalah kita bisa merampas barang orang lain…bukankah ketiga ciri tersebut sudah “mirip” dengan penjajah? Adakah yang mau nambahkan?.
Sebagai renungan dan memprihatinkan, info ini ada ditayangkan disalah satu TV swasta nasional adalah adanya “keterpaksaan” yang tanpa dirasakan ada orang rela menjual ginjalnya hanya untuk membeli sebuah gadget Tab. Keterlauan!.
Gadget sebagai alat dan kita sebagai pengguna sepertinya harus bijak menyikapinya. Apakah kalian punya pendapat lain?
Leave a Reply