Pengembangan budaya mutu yang telah dilakukan sekolah unggul dapat dilihat pada tabel berikut.

Pengembangan budaya mutu sekolah unggul tersebut di atas merupakan pengembangan yang dilakukan secara sistematik dengan dimulai dari perancangan melalui perumusan tujuan termasuk identifikasi spirit dan nilai-nilai yang dijadikan landasan, penetapan kebijakan, sosialisasi dan implementasi sampai dengan evaluasi terhadap implementasi serta dilakukan perbaikan sebagai follow up nya. Hal ini seperti apa yang telah dilakukan oleh Torrington & Weightman, dalam Preedy, 1993 dalam melakukan proses pengembangan budaya mutu sekolah yang dilakukan melalui tiga tataran, yaitu (1) pengembangan pada tataran spirit dan nilai-nilai; (2) pengembangan pada tataran teknis; dan (3) pengembangan pada tataran sosial. Pada tataran pertama, dengan cara mengidentifikasi berbagai spirit dan nilai-nilai kualitas kehidupan sekolah yang dianut sekolah. Pada tataran kedua, dengan cara mengem-bangan berbagai prosedur kerja manajemen (management work procedures), sarana manajemen (management toolkit), dan kebiasaan kerja (management work habits) berbasis sekolah yang betul-betul merefleksikan spirit dan nilai-nilai yang akan dibudayakan di sekolah. Sedangkan pada tataran ketiga, pengembangan tataran sosial dalam konteks pengembangan kultur sekolah adalah proses implementasi dan institusionalisasi sehingga menjadi sebagai suatu kebiasaan (work habits) di sekolah dan di luar sekolah.
Dengan pengembangan budaya mutu yang dilakukan oleh sekolah unggul melalui tahap-tahap pengembangan tersebut di atas, maka perlu diuraikan gambaran: (1) bagaimana identifikasi spirit dan nilai-nilai yang telah dilakukan oleh sekolah unggul, yang dijadikan sebagai acuan atau dasar pengembangan budaya mutu sekolah unggul, dan (2) bagaimana cerminan atau wujud budaya mutu nampak pada: (a) visi dan misi sekolah, (b) struktur organisasi dan deskripsi tugas sekolah, (c) sistem dan prosedur kerja sekolah, (d) kebijakan dan aturan sekolah, (e) tata tertib sekolah, (f) penampilan fisik (fasilitas) sekolah, (g) suasana dan hubungan formal dan informal, sikap dan perilaku kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya, yang juga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan budaya mutu sekolah.
Leave a Reply