AsikBelajar.Com | Menurut Depdiknas (2000:8) mengemukakan prinsip-prinsip dalam menerapkan permainan berhitung di Taman Kanak-kanak yaitu, permainan berhitung diberikan secara bertahap, diawali dengan menghitung benda- benda atau pengalaman peristiwa konkrit yang dialami melalui pengamatan terhadap alam sekitar dan melalui tingkat kesukarannya, misalnya dari konkrit ke abstrak, mudah ke sukar, dan dari sederhana ke yang lebih kompleks. Permainan berhitung akan berhasil jika anak diberi kesempatan berpartisipasi dan dirangsang untuk menyelesaikan masalah- masalahnya sendiri, Permainan behitung membutuhkan suasana menyenangkan dan memberikan rasa aman serta kebebasan bagi anak. Untuk itu diperlukan alat peraga/media yang sesuai dengan benda sebenarnya (tiruan), menarik dan bervariasi, mudah digunakan dan tidak membahayakan. Selain itu bahasa yang digunakan didalam pengenalan konsep berhitung seyogyanya bahasa yang sederhana dan jika memungkinkan mengambil contoh yang terdapat di lingkungan sekitar.
Lebih lanjut Yew (dalam Susanto, 2011:103) mengungkapkan beberapa prinsip dalam mengajarkan berhitung pada anak, diantaranya membuat pelajaran yang menyenangkan, mengajak anak terlibat secara langsung, membangun keinginan dan kepercayaan diri dalam menyesuaikan berhitung, hargai kesalahan anak dan jangan menghukumnya, fokus pada apa yang anak capai. Pelajaran yang mengasyikan dengan melakukan aktivitas yang menghubungkan kegiatan berhitung dengan kehidupan sehari-hari.
Dari prinsip-prinsip berhitung di atas, dapat disimpulkan prinsip- prinsip berhitung untuk anak usia dini yaitu pembelajaran secara langsung yang dilakukan oleh anak didik melalui bermain atau permainan yang diberikan secara bertahap, menyenangkan bagi anak didik dan tidak memaksakan kehendak guru dimana anak diberi kebebasan untuk berpartisipasi atau terlibat langsung menyelesaikan masalah-masalahnya. Depdiknas (2000:7) mengemukakan bahwa berhitung di Taman Kanak- Kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. Penguasaan #146
Konsep adalah Pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa konkrit, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan. Masa Transisi adalah Proses berfikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman konkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda konkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak yang secara individual berbeda. Misalnya, ketika guru menjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah pensil), anak-anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki konsep sama, sekaligus mengenalkan bentuk lambang dari angka satu itu. Piaget (Suyanto S 2005:160) Mengungkapkan bahwa matematika untuk anak usia dini tidak bisa diajarkan secara langsung. Sebelum anak mengenal konsep bilangan dan operasi bilangan, anak harus dilatih lebih dahulu mengkonstruksi pemahaman dengan bahasa simbolik yang disebut sebagai abstraksi sederhana (simple abstraction) yang dikenal pula dengan abstraksi empiris. Kemudian anak dilatih berpikir simbolik lebih jauh, yang disebut abstraksi reflektif (reflectife abstraction). Langkah berikutnya ialah mengajari anak menghubungkan antara pengertian bilangan dengan simbol bilangan. Burns & Lorton (Sudono A, 2010: 22) menjelaskan lebih terperinci bahwa setelah konsep dipahami oleh anak, guru mengenalkan lambang konsep. Kejelasan hubungan antara konsep konkrit dan lambang bilangan menjadi tugas guru yang sangat penting dan tidak tergesa-gesa. Sedangkan Lambang merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk meng- gambarkan konsep warna, besar untuk menggambarkan konsep ruang, dan persegi empat untuk menggambarkan konsep bentuk. Burns & Lorton (Sudono A, 2010:22) mengungkapkan bahwa pada tingkat ini biarkan anak diberi kesempatan untuk menulis lambang bilangan atas konsep konkrit yang telah mereka pahami. Berilah mereka kesempatan yang cukup untuk menggunakan alat konkrit hingga mereka melepaskannya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa berhitung di Taman Kanak-Kanak dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. Sebagaimana yang dikemukakan #147
oleh Jamaris (2006:44) bahwa kemampuan konversi anak pada fase pra operasional dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu: a) Kemampuan untuk memikirkan bahwa benda-benda tertentu dapat berubah sesuai dengan bentuk dan tempat dimana benda itu ditempatkan, b) Kemampuan untuk mengembangkan ide, bahwa ada benda yang tidak berubah walaupun disusun atau ditempatkan secara berbeda, dan c) Kemampuan untuk mempertahankan pendapatnya bahwa volume suatu benda tidak berubah walaupun dilakukan manipulasi terhadap benda tersebut.
Pengembangan kemampuan dasar menghitung dapat dilakukan dengan membiasakan anak berinteraksi dengan siatuasi yang berkaitan dengan kegiatan menghitung, yaitu: a) Hari ini, hanya empat anak yang dapat bermain dengan balok kecil, b) Menghitung kehadiran anak di sekolah, c) Memilih empat anak untuk membeli ikan baru untuk aquarium, d) Menata meja dengan satu piring, satu gelas dan satu serbet makan, e) Memperkirakan berapa kali anak dapat melompat, f) Melakukan permainan yang mengandung giliran, g) Mencocokkan jumlah benda dengan angkanya, dan h) Menuliskan angka sesuai dengan jumlah bendanya.
Berdasarkan tahapan penguasaan berhitung di atas, maka untuk memudahkan guru dalam mengembangkan kemampuan kognitif anak melalui permainan berhitung dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, sebagai berikut:
a) Pendekatan berdasarkan teori perkembangan kognitif Pengajaran berhitung haruslah disesuaikan dengan tahapan per- kembanagan anak yaitu tahap sensorimotor (0-2 tahun) dan praoperasional (2-7 tahun), pengajaran berhitung yang tidak disesuaikan dengan tahapan peerkembangan kognitif anak tidak hanya menyebabkan anak mengalami kesulitan tetapi juga menghambat perkembangan kognitif berikutnya. Oleh karena itu guru harus memiliki pemahaman yang cukup banyak mengenai teori perkembangan kognitif.
b) Pendekatan belajar tuntas
Pendekatan ini menekankan pada pengajaran berhitung melalui pembelajaran langsung (direct instruction) dan terstruktur, ada enam #148
langkah yang biasanya ditempuh dalam pendekatan belajar tuntas, yaitu: 1) menentukan sasaran atau tujuan pembelajaran khusus, 2) menguraikan langkah-langkah kecil yang diperlukan untukmencapai tujuan, 3) menentukan langkah-langka yang telah dikuasai oleh anak, 4) mengurutkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan, 5) melaksanakan kegiatan pembelajaran, 6) mengevaluasi keberhasilan belajar anak.
c) pendekatan ini berupaya membantu anak untuki mengembangkan strategi belajar meta kognitif yang mnegarahkan agar anak memahami proses belajar sendiri, melalui pendekatan ini anak diajak untuk memantau pikirannya sendiri, sebagai suatu metode untuk mengingkatkan kemampuan berfikir dan memproses informasi. Contoh: anak bertanya “apa yang hilang?” atau bertanya “apakah harus menjumlahkan atau mengurangkan?” mungkin anak juga akan memberi komentar “oh, saya pernah mengerjakan soal semacam ini tapi keliru” atau “saya harus menggambarkan ini dikertas supaya dapat melihat apa yang hilang”.
d) Pendekatan pemecahan masalah
Pendekatan ini menekankan pada pengajaran untuk berfikir tentang cara memecahkan masalah dan pemrosesan informasi. Dalam menghadapi soal berhitung, terutama soal dalam bentuk cerita, anak harus melakukan analisis dan interprestasi informasi sebagai landasan untuk menentukan pilihan dan keputusan. (Yusuf, 2005: 217-220)
Dengan demikian, pembelajaran matematika bagi anak usia dini memberi manfaat yang sangat besar bagi perkembangan anak selanjutnya. Menurut Suyanto, S (2005:57) manfaat utama pengenalan matematika, termasuk di dalamnya kegiatan berhitung ialah mengembangkan aspek perkembangan dan kecerdasan anak dengan menstimulasi otak untuk berpikir logis dan matematis. Permainan matematika menurut Siswanto (2008:44) mempunyai manfaat bagi anak-anak, dimana melalui berbagai pengamatan terhadap benda disekelilingnya dapat berfikir secara sistematis dan logis, dapat beradaptasi dan menyesuiakan dengan lingkungannya yang dalam keseharian memerlukan kepandaian berhitung. Memiliki #149
apresiasi, konsentrasi serta ketelitian yang tinggi. Mengetahui konsep ruang dan waktu. Mampu memperkirakan urutan sesuatu. Terlatih, menciptakan sesuatu secara spontan sehingga memiliki kreativitas dan imajinasi yang tinggi. Anak-anak yang cerdas matemati-logika anak dengan memberi materi-materi konkrit yang dapat dijadikan bahan percobaan. Kecerdasaan matematika–logika juga dapat ditumbuhkan melalui interaksi positif yang mampu memuaskan rasa ingin tahu anak. Oleh karena itu, guru harus dapat menjawab pertanyaan anak dan memberi penjelasan logis, selain itu guru perlu memberikan permainan-permainan yang memotivasi logika anak. Menurut sujiono (2008:11.5) permainan matematika yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di TK bermanfaat antara lain, pertama membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan. Kedua, menghindari ketakutan terhadap matematika sejak awal. Ketiga, membantu anak belajar secara alami melalui kegiatan bermain. Permainan matematika yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di Taman Kanak- kanak bermanfaat antara lain, pertama membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan. Kedua, menghindari ketakutan terhadap matematika sejak awal. Ketiga, membantu anak belajar secara alami melalui kegiatan bermain. #150
Sumber:
Khadijah, 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing. Hal. 146-150.
Leave a Reply