1. Menentukan masalah penelitian (bidang yang akan diawasi)
2. Menentukan variabel (yang diawasi)
3. Menentukan instrumen yang akan digunakan.
4. Menjabarkan bangun setiap variabel.
5. Menyusun kisi-kisi.
6. Penulisan butir-butir insrtrumen.
7. Mengkaji ulang instrumen tersebut yang dilakukan oleh peneliti (pengawas) sendiri dan oleh ahli ahli (melalui judgement).
8. Penyusunan perangkat instrumen sementara.
9. Melakukan uji coba dengan tujuan untuk mengetahui: (a) apakah instrumen itu dapat diadministrasikan; (b) apakah setiap butir instru- men itu dapat dan dipahami oleh subjek penelitian (pengawasan); (c) mengetahui validitas; dan (d) mengetahui reliabilitas.
10. Perbaikan instrumen sesuai hasil uji coba.
11. Penataan kembali perangkat instrumen yang terpakai untuk memper- oleh data yang akan digunakan.Sedangkan bila pengawas (peneliti) ingin mengembangkan instru- men dengan prosedur adaptasi (menyadur), maka langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penelaahan instrumen asli dengan mempelajari panduan umum (manual) instrumen dan butir-butir instrumen. Hal itu dilakukan untuk memahami (a) bangun variabel; (b) kisi-kisinya; (c) butir-butirnya; (d) cara penafsiran jawaban.
2. Penerjemahan setiap butir instrumen ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan dilakukan oleh dua orang secara terpisah.
3. Memadukan keduan hasil terjemahan oleh keduanya.
4. Penerjemahan kembali ke dalam bahasa aslinya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran penerjemahan tadi.
5. Perbaikan butir instrumen bila diperlukan.
6. Uji pemahaman subjek terhadap butir instrumen.
7. Uji validitas instrumen.
8. Uji reliabilitas instrumen.
Dengan mengacu pada pendapat Crocker dan Algina (Komala, 2003: 60-61), ada sebelas langkah yang dapat ditempuh untuk mengon- struksikan sebuah instrumen yang standar, yaitu:
1. Menentukan tujuan utama penggunaan instrumen
2. Menentukan tingkah laku yang menggambarkan konstruk yang hendak diukur atau menentukan domain.
3. Menyiapkan spesifikasi instrumen, menetapkan proporsi butir yang harus terpusat pada setiap jenis tingkah laku yang ditentukan pada langkah 2.
4. Menentukan pool awal butir.
5. Mengadakan penelaahan kembali terhadap butir-butir yang diperoleh pada langkah 4 dan melakukan revisi bila perlu.
6. Melaksanakan uji coba butir pendahuluan dalam melakukan revisi bila perlu.
7. Melaksanakan uji lapangan terhadap terhadap butir-butir hasil langkah 6 pada sampel yang besar yang mewakili populasi untuk siapa instrumen ini dimaksudkan.
8. Menentukan ciri-ciri statistik skor butir, dan apabila perlu, sisihkan butir-butir yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.
9. Merencanakan dan melaksanakan pengkajian reliabilitas dan validitas untuk bentuk akhir instrumen.
10. Mengembangkan panduan pengadministrasian, penskoran dan penafsiran skor instrumen.
Pemilihan instrumen pengawasan sekolah harus didasarkan kepada rambu-rambu yang tepat. Sehingga jenis instrumen yang dipilih benar-benar sesuai untuk mengumpulkan data pengawasan secara tepat.
Adapun rambu-rambu yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan instrumen pengumpulan data pengawasan sekoah dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Arikunto, 1988: 52).
Menurut Arikunto (1988: 48-52), langkah-langkah yang harus dilalui dalam menyusun instrumen apapun, termasuk instrumen penga- wasan sekolah adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan instrumen yang akan disusun.
Bagi para peneliti atau pengawas sekolah pemula, merumuskan tujuan seperti ini tidak lazim. Padahal sebetulnya langkah ini sangat perlu. Tidak mungkin kiranya atau apabila mungkin akan sukar sekali dilakukan, menyusun instrumen tanpa tahu untuk apa data itu terkum- pul, apa yang harus dilakukan sesudah itu apa fungsi setiap jawab dalam setiap butir bagi jawaban problematikan dan sebagainya. Contoh: Tujuan menyusun angket untuk mengumpulkan data tentang besarnya minat belajar dengan modul.
2. Membuat kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian variabel dan jenis instrumen yang akan digunakan untuk mengukur bagian variabel yang bersangkutan.
Contoh: Untuk mengumpulkan data tentang kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan angket, wawancara, observasi, dan dokumen. Kisi-kisinya adalah sebagai berikut:
3. Membuat butir-butir instrumen
Sesudah memiliki kisi-kisi seperti contoh di atas, langkah penilaian berikutnya adalah membuat butir-butir instrumen. Yang tertera pada kolom–kolom disebelah kanan adalah wawancara, angket, observasi dan dokumentasi. Keempatnya menunjukkan jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh penilai dalam mengumpulkan data. Untuk dapat melakukan pengumpulan data dengan baik, penilai dilengkapi dengan instrumen (alat) agar pekerjaan dapat dilakukan secara sistematis, menghemat waktu dan data yang diperoleh sudah tersusun.
Menyusun instrumen bukanlah pekerjaan yang mudah. Bagi peneliti atau pengawas sekolah pemula, tugas menyusun instrumen merupakan pekerjaan yang membosankan dan menyebalkan. Sebelum memulai pekerjaannya, mereka menganggap bahwa menyusun instrumen itu mudah. Setelah tahu bahwa langkah awal adalah membuat kisi-kisi yang menuntut kejelian yang luar biasa. Tidak mengherankan kalau banyak di antara pengawas yang merasa kesulitan.
Tanda-tanda (v) yang tertera pada kisi-kisi di atas menunjukkan isi mengenai informasi yang akan dijaring dengan instrumen yang tertulis pada judul kolom. Dalam contoh terlihat bahwa butir-butir pada wawancara untuk siswa dan angket untuk siswa tidak cukup banyak. Dalam keadaan seperti ini, jika pengawas penghendaki, dapat dipilih salah satu saja. Setiap instrumen mengandung kebaikan dan kelemahan. Untuk itu harap mempelajari butir-butir penelitian tentang instrumen penelitian.
4. Menyunting instrumen
Apabila butir-butir instrumen sudah selesai dilakukan, maka penilai atau pengawas melakukan pekerjaan terakhir dari penyusunan instrumen yaitu mengadakan penyuntingan (editing). Hal-hal yang dilakukan dalam tahap-tahap ini adalah:
a. Mengurutkan butir menurut sistematika yang dikehendaki penilai atau pengawas untuk mempermudah pengolahan data.
b. Menuliskan petunjuk pengisian, identitas dan sebagainya.
c. Membuat pengantar permohonan pengisian bagi angket yang diberikan kepada orang lain. Untuk pedoman wawancara, pedoman pengamatan (observasi) dan pedoman dokumentasi hanya identitas yang menunjuk pada sumber data dan identitas pengisi.
Angket dengan huruf-huruf yang jelas dan dengan wajah depan yang menarik akan mendorong responden untuk bersedia mengisinya. Berhubungan dengan keengganan responden untuk mengisi angket, Borg dan Gall (Arikunto, 1988: 50) menyarankan hal-hal sebagai berikut:
a. Angket perlu dibuat menarik penampilannya dengan tata letak huruf atau warna tertentu.
b. Usahakan supaya responden dapat mengisi dengan cara yang semudah-mudahnya.
c. Setiap lembar perlu diberi nomor halaman.
d. Tuliskan nama dengan jelas pada kepada siapa angket tersebut dapat dikembalikan.
e. Petunjuk pengisian dibuat singkat, jelas dan dengan cetakan yang berbeda dengan butir-butir pertanyaan.
f. Bila perlu, sebaiknya diberi contoh pengisian sebelum butir pertanyaan pertama.
g. Urutan pertanyaan diusahakan sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi pengisi untuk mengorganisasikan pikirannya untuk menjawab.
h. Butir pertanyaan pertama diusahakan yang mudah pengisiannya, menarik dan tidak menekan perasaan.
i. Butir pertanyaan yang menyangkut informasi yang sangat penting jangan diletakkan di belakang.
j. Pernyataan setiap butir supaya dibuat sejelas-jelasnya, terutama mengenai inti dari hal yang diselidiki.
Untuk mengakhiri penjelasan tentang penyusunan instrumen, berikut ini ditambahkan kondensi aturan-aturan penulisan butir angket. Beberapa aturan dimaksud hampir sama persis dengan aturan-aturan penyusunan tes objektif. Aturan-aturan tersebut menurut Arikunto (1988: 50-51), yaitu:
a. Hindarkan penggunaan kata-kata ”kebanyakan”, ”sebagian besar”, ”biasanya” yang tidak mempunyai arti jelas dalam jumlah.
b. Rumusan yang pendek lebih baik daripada yang panjang karena kalimat yang pendek akan lebih mudah dipahami.
c. Rumusan negatif seyogyanya dihindari atau dikurangi hingga sesedikit mungkin. Untuk membuat butir arti terbalik (inverse), jika terpaksa menggunakan kata yang menunjuk pada arti negatif hendaknya digarisbawahi.
d. Tidak boleh membuat butir yang mengandung dua pengertian, misalnya: ”Pendekatan menjadi tanggung jawab orang tua masyarakat dan negara, karenanya maka orang tua asuh perlu diharuskan untuk anggota masyarakat yang mampu”. Terhadap pernyataan tesebut responden dapat setuju terhadap pernyataan pertama tetapi tidak untuk yang kedua.
e. Hindari penggunaan kata-kata atau kalimat-kalimat yang membingungkan. Ingat bahwa angket merupakan daftar pertanyaan yang diisi oleh responden pada waktu mereka tidak berdekatan degan penyusun. Oleh karena itu, semua kata, kalimat atau kumpulan kalimat harus jelas.
f. Hindari ”pengarahan terselubung”. Penyusun instrumen tidak dibenarkan sedikit atau banyak memberikan ”isyarat pancingan” (hint) yang menyebabkan responden memilih suatu alternatif tertentu.
Leave a Reply