AsikBelajar.Com | Menurut Megawangi (2004) anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Upaya mengembangkan dan menumbuhkan anak yang bermoral dalam arti berkarakter (berakhlak baik) merupakan tanggung jawab dan memerlukan usaha dari semua pihak, yang meliputi keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan anak agar memiliki kemampuan moral harus dilakukan secara terencana, terfokus dan komprehensif. Materi Kegiatan Belajar 2 ini akan membahas mengenai pengembangan pembiasaan berperilaku yang dapat dilakukan dalam keluarga dan sekolah, sebagai lingkungan masyarakat yang paling dekat dengan anak. Konsep pengembangan ini mengacu pada buku yang ditulis Megawangi (2004) dan Hidayat (2004).
a. Pengembangan kebiasaan berperilaku yang benar dimulai dari dalam keluarga
Keluarga adalah tempat pertama dan utama, di mana anak dididik dan dibesarkan. Keluarga adalah tempat yang paling awal dan efektif untuk mengajarkan berbagai kebiasaan yang baik yang perlu dimiliki oleh seorang #8.36
anak. Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan dalam keluarga akan berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak. Perilaku ini menyangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi orang tua terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai dapat mempengaruhi kepribadian anak. Kedua orang tua harus terlibat karena keterlibatan ayah dalam pengasuhan di masa kecil sampai usia remaja juga menentukan pembentukan karakteristik anak.
Menurut Erikson (Megawangi, 2004) kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik pribadi di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Di dalam keluarga, orang tua perlu menciptakan ikatan emosional atau kedekatan psikologis (bonding) yang erat dengan anaknya. Kedekatan psikologis ini dapat membuat anak merasa aman, merasa diri diperhatikan dan dapat membentuk kepercayaan kepada orang lain. Biasanya yang pertama-tama dapat menimbulkan kedekatan ini adalah ibu. Kedekatan psikologis antara ibu dan anak sebenarnya telah terjadi sejak anak dalam kandungan ibu. Anak yang baik hubungannya dengan ibu ketika bayi, akan dekat pula dengan ayah dan anggota keluarga lainnya. Hal ini, selanjutnya akan membuat anak berperilaku positif dan tidak agresif. Seorang ibu yang sangat perhatian, yang diukur dengan seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada bayinya akan mempengaruhi sikap bayinya menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplor lingkungannya dan menjadi anak yang kreatif.
Menurut beberapa ahli seperti Rohner (Megawangi 2004), pengalaman masa kecil anak, yaitu penerimaan orang tua pada anak sejak ia dilahirkan sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya (karakter atau kecerdasan emosinya). Anak yang diterima adalah anak yang diberikan kasih sayang, baik secara verbal (diberikan kata-kata cinta dan kasih sayang, pujian dan sebagainya) maupun secara fisik (ciuman, elusan di kepala, pelukan dan kontak mata yang mesra). Sedangkan anak yang ditolak adalah anak yang menerima sikap agresif dari orang tua secara verbal ( kata-kata kasar, sindiran negatif, bentakan atau kata-kata yang mengecilkan hati anak) atau secara fisik (memukul, mencubit atau menampar). Sikap penolakan orang tua pada anaknya dapat pula berbentuk sikap yang mengabaikan anak, tidak mempedulikan kebutuhan anak baik fisik maupun batin.
Pola asuh orang tua yang menerima anaknya (melindungi, menyayangi, menghargai dan mendukung anak) akan membuat anak menjadi pribadi yang #8.37
prososial, percaya, dan mandiri serta sangat peduli lingkungan. Sebaliknya, pola asuh orang tua yang menolak anaknya akan membuat anak menjadi pribadi yang tidak mandiri, tidak mempedulikan orang lain, cepat tersinggung, dan sering berpandangan negatif pada orang lain dan terhadap dirinya sendiri (merasa minder, merasa diri tak berharga), serta dapat bersikap agresif pada orang lain. Jadi, lingkungan yang tidak menyenangkan dalam keluarga akan mempengaruhi kepribadian anak.
Kesalahan orang tua dalam mengembangkan moral dan nilai agama anak, antara lain karena orang tua kurang menanamkan perilaku karakter yang baik kepada anaknya. Misalnya, banyak orang tua merasa bahwa kalau anak sudah bisa mengaji atau sudah hafal doa-doa dengan sendirinya anak akan mempunyai moral yang baik. Selama ini tentu kita sudah mengalami bahwa seseorang yang mengetahui banyak pengetahuan agama, ternyata tindakannya sering kurang sesuai dengan pengetahuan agama yang dimilikinya. Pengajaran agama umumnya terlalu menonjolkan aspek kognitif anak (otak kiri), dan anak kurang dibiasakan untuk melakukan penghayatan dan apresiasi pada ajaran-ajaran atau nilai-nilai agama (otak kanan). Pengetahuan dan pembiasaan karakter yang baik, seperti kejujuran, kasih sayang, tanggung jawab, cinta kebenaran, berperilaku adil, dan sebagainya, harus diberikan secara terus-menerus sejak usia dini.
Berikut int adalah 10 ide-ide besar dari Thomas Lickona dalam membentuk karakter yang baik dalam keluarga.
1) Moralitas penghormatan
Hormat adalah kunci utama manusia untuk dapat hidup bermasyarakat terutama dalam masyarakat yang plural. Penghormatan harus diberikan kepada diri sendiri sebagai manusia, yaitu untuk menjaga diri agar tidak terlibat dalam perilaku yang merusak diri (misalnya menjaga kesehatan). Kemudian, hormat kepada orang lain sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan walaupun berbeda suku, agama, dan pandangan hidup, yaitu dengan tidak menyakiti atau melukai sesama manusia. Juga hormat kepada lingkungan hidup untuk tidak menyakiti hewan dan tumbuhan, dan senantiasa menjaga lingkungan hidup. Setiap orang tua wajib mengajarkan prinsip hormat ini kepada anak-anaknya. Saat ini menjaga dan memelihara lingkungan hidup sudah menjadi isu moral bagi seluruh masyarakat dunia. #8.38
2) Perkembangan moralitas penghormatan berjalan secara bertahap
Anak-anak tak dapat langsung menjadi manusia bermoral, tetapi perlu proses sosialisasi yang terus-menerus dari orang tuanya. Mendidik anak memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi, oleh karena itu memerlukan komitmen dari orang tuanya. Seperti halnya perkembangan motorik dan kognitif yang terjadi secara bertahap dari masa kecil sampai usia dewasa, perkembangan moral anak juga melalui tahap-tahap tertentu. Oleh karenanya, orang tua perlu mengerti tahapan-tahapan perkembangan moral anak, agar dapat menyesuaikan diri dengan fase umur anak.
3) Mengajarkan prinsip saling menghormati
Anak-anak akan belajar bagaimana menghormati orang lain kalau ia juga merasa ingin dihormati. Orang tua hendaknya menghormati anaknya sebagai manusia walaupun ia masih kecil. Penghormatan orang tua kepada anaknya dapat terbentuk dengan mengajarkan anak untuk disiplin dan berdiskusi tentang alasan-alasan rasional mengapa harus ada peraturan. Orang tua juga harus berbicara yang sopan kepada anaknya. Adalah hal biasa bagi anak kecil untuk tidak membalas penghormatan yang diberikan kepadanya, namun orang tua harus mengingatkannya. Misalnya, jika ada anak yang meminta sesuatu kepada ibunya sambil berteriak maka si ibu harus menasihatinya, dengan berkata, “Maaf, Ibu tidak ingin kamu berteriak seperti itu karena Ibu merasa kamu tidak menghormati Ibu”.
4) Mengajarkan dengan contoh
Cara yang cukup efektif untuk mengajarkan anak adalah dengan memberikan contoh konkret mengenai perilaku yang seharusnya, walaupun orang tua tidak mengatakan secara langsung. Misalnya, dengan mengajak anak untuk menyiram tanaman atau memberi makan kepada orang yang membutuhkan atau hewan peliharaan. Selain itu anak-anak dapat juga dibacakan buku-buku cerita yang mengandung pesan moral karena tokoh dalam cerita dapat menjadi contoh yang baik. Orang tua juga harus mengontrol acara-acara televisi yang sering ditonton anaknya karena acara-acara tersebut dapat menjadi contoh yang baik ataupun buruk bagi anak.
5) Mengajarkan dengan kata-kata
Selain mengajarkan dengan contoh, merupakan hal yang penting juga untuk mengatakan apa yang kita contohkan. Misalnya, anak perlu #8.39
Lanjut halaman ke-2, Klik disini
Leave a Reply