Sebenarnya perseteruan di dunia kampus sudah sangat sering kita dengar, hampir tiap tahun ada saja masalah yang timbul dari dunia kampus di Indonesia, entah itu kampus negeri maupun swasta, dari sengketa pemilihan rektor, perkelahian antar mahasiswa, kekerasan seksual dan lain sebagainya.
Dalam beberapa hari terakhir ramai diberitakan oleh media mainstream maupun online terkait konflik antara Forum Dosen SBM ITB dengan Rektor ITB terkait pencabutan SK Rektor ITB Nomor 203/2003 terkait dengan otonomi SBM ITB dalam mencari dana membiayai kebutuhan belajar mengajar tanpa dana APBN.
SBM ITB (Sekolah Bisnis & Manajemen Institut Teknologi Bandung) didirikan pada tahun 2003 dengan kewenangan penuh untuk mengambil keputusan pada tingkat strategis dan operasional, sehingga SBM ITB dapat membuat dan menawarkan prodi baru, bekerjasama dengan pihak internasional, serta memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan sendiri sebesar 70% dari biaya kuliah dan 30% sisanya oleh rektorat ITB berdasarkan SK Rektor ITB Nomor 203/2003.
Sehingga dapat dikatakan SBM ITB adalah perusahaan di dalam perusahaan jika di ibaratkan ITB adalah sebuah perusahaan meskipun dengan legalitas yang sah yaitu SK Rektor ITB Nomor 203/2003, karena SBM ITB memiliki kewenangan otonom yang sangat luas.
Akibatnya kampus yang dimiliki SBM ITB fasilitas nya sangat mewah dan modern mengingat biaya pendidikan yang di bebankan kepada mahasiswa juga sangat tinggi, sehingga mahasiswa SBM ITB mendapatkan layanan dan fasilitas kelas wahid jika dibandingkan dengan kampus ITB sendiri bahkan mungkin kampus universitas di seluruh Indonesia.
Harus diakui bahwa saat ini pemerintah belum dapat memenuhi biayai seluruh kegiatan belajar mengajar di Universitas Negeri di seluruh Indonesia sehingga kampus negeri di seluruh Indonesia diperbolehkan mencari sumber pendanaan selain dari APBN, salah satunya dengan penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri dalam hal ini pengelolaannya tetap di bawah pihak rektorat masing – masing PTN.
Jika melihat konflik SBM ITB dengan Rektor ITB, pada dasarnya SBM ITB bukanlah jalur mandiri seperti pada umumnya PTN yang ada di Indonesia, SBM ITB memilki hak swa kelola atau otoritas yang independen bahkan seperti perguruan tinggi swasta pada umumnya, namun SBM ITB merupakan bagian dari ITB akan tetapi tidak dapat di atur oleh rektor ITB serta tidak mengikuti statuta yang dibuat oleh ITB.
Ditambah lagi sejak 2003 di awal berdirinya SBM ITB pembagian pendapatan disepakati SBM 80% untuk ITB 20%, seiring pergantian rektor di ubah menjadi SBM 70% untuk ITB 30% kemudian berubah lagi menjadi SBM 60% untuk ITB 40% dan akhirnya 6 bulan yang lalu
Swa Kelola SBM ITB di cabut oleh Rektor yang baru sehingga 100% pendapatan SBM ITB menjadi dikelola ITB sepenuhnya.
Sebagai orang awam yang kebetulan mengamati perkembangan dunia pendidikan dan kebetulan juga memiliki sahabat seorang dosen bahkan kami sering bertukar pikiran tentang berbagai hal yang berkembang di kampus dan perguruan tinggi, ada beberapa perspektif yang akan saya sampaikan.
• Sudut Pandang SBM – ITB
1. Kenapa baru sekarang dipermasalahkan oleh ITB setelah hampir 20 tahun berdiri sejak tahun 2003.
2. Mencabut SK Rektor ITB Nomor 203/2003 secara sepihak tanpa diskusi dengan Forum Dosen SBM – ITB.
3. Kehilangan 100% hak Swa Kelola menyebabkan program pembelajaran serta Kerjasama dengan berbagai pihak diluar negeri akan terganggu.
• Sudut Pandang ITB
1. Pendapatan SBM – ITB dapat menjadi sumber pendapatan mandiri yang cukup besar bagi ITB
2. Kewenangan Swa Kelola bagi SBM – ITB seperti perusahaan dalam perusahaan bagi ITB sehingga mempersulit sistem pendidikan yang akan dibuat oleh ITB.
• Sudut Pandang Penulis sebagai pihak Luar dan Netral
1. Hak belajar dan mendapat pengajaran bagi Mahasiswa yang telah terdaftar di SBM ITB harus tetap di berikan meskipun saat ini masih dalam kondisi sengketa antara Forum Dosen SBM ITB dengan Rektorat ITB.
2. Inti perseteruan terjadi tidak terlepas dari sumber income , pengelolaan income dan otoritas terhadap SBM ITB.
3. ITB dapat dikatakan sebagai Brand institusi yang mempunyai nilai jual sangat tinggi dimata masyarakat karena merupakan salah satu universitas tertua di Indonesia dengan reputasi tinggi , bahkan Bung Karno merupakan lulusan ITB , SBM ITB bisa menjadi seperti saat ini karena ada nama ITB dibelakangnya.
4. Suka ataupun tidak kesenjangan fasilitas yang ada di SBM ITB dengan kampus ITB sendiri , menimbulkan kecemburuan sosial di internal kampus.
• Solusi Menurut Penulis
1. Penyelesaian kisruh antara Forum Dosen SBM ITB dengan Rektorat ITB mau tidak mau harus melibatkan Kementrian Pendidikan minimal di wakili setingkat Dirjen bahkan kalo bisa Menteri Nadiem turun tangan untuk menyelesaikan.
2. Sebaiknya SBM ITB benar – benar lepas dari ITB menjadi PTS murni atau Institut Swasta namun tidak lagi menggunakan nama ITB di ujung nya , bahkan bisa saja beganti nama.
3. ITB juga legowo untuk melepas SBM ITB menjadi PTS atau Institut Swasta serta tidak lagi menjadi bagian dari ITB.
4. Andaikata pada saat pertemuan antara FD SBM ITB dengan Rektorat ITB yang diinisiasi oleh Kementrian Pendidikan menghasilkan titik temu , penulis yakin seiring waktu berjalan akan timbul permasalahan yang sama dikemudian hari.
“ Pameo 3 TA , Yaitu Harta , Tahta dan Wanita “ tidak hanya berupa godaan untuk kaum laki – laki namun juga bisa diberlakukan kepada institusi, betapa Harta, Tahta dan Wanita menjadi sumber sengketa di dalam suatu Lembaga.
Harta dapat di artikan berupa sumber income bagi institusi.
Tahta dapat di artikan berupa kewenangan atau otoritas.
Wanita dapat di artikan sebagai Induk yang terganggu dengan anaknya.
Apa yang kami sampaikan sebatas pandangan dari pihak awam yang mencintai ITB sebagai salah satu Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia.
Banjarmasin , 17/03/2022
Salam Hormat
Penulis : Nifli Fajran
Leave a Reply