AsikBelajar.Com | Pelaksanaan DAP sangat tergantung pada pola interaksi anak dengan pendidiknya. Interaksi pendidik dengan anak-anak sesuai tahapan perkembangannya sangat diperlukan. Pendidik dapat berinteraksi dengan baik pada anak-anak bila memiliki pengetahuan yang cukup tentang perilaku anak sesuai tugas perkembangannya dan memahami keunikan tiap anak. #3.17
Beberapa hal yang perlu dilakukan pendidik agar interaksi dengan anak-anak berjalan dengan baik adalah sebagai berikut (Bredekamp & Coople, 1997).
a. Pendidik perlu segera merespons semua kebutuhan dan keinginan anak, disesuaikan dengan perbedaan gaya dan kemampuan tiap anak. Misalnya, jika bayi menangis maka perlu segera didekati dengan kasih sayang dan dipenuhi kebutuhannya. Bayi juga perlu direspons dengan mengajaknya berbicara, tersenyum, bermain, melakukan kontak mata, membelai atau memeluknya. Untuk anak usia 1-2 tahun, pendidik perlu mengawasi dan memperhatikan kebutuhan mereka, misalnya dengan cara mengulangi dan menanggapi celotehan anak atau mengenalkan kosakata baru sebagai sinonim kata yang diucapkan anak. Pendidik juga perlu memberikan respons yang positif pada kegiatan yang sedang dilakukan anak, misalnya dengan tersenyum, menunjukkan ketertarikan, penuh perhatian, dan berkeliling mengitari anak-anak yang sedang beraktivitas untuk berkomunikasi dengan bersahabat dan santai. Semakin besar usia anak, komunikasi verbal makin mereka perlukan. Komunikasi verbal ini harus diikuti dengan kontak mata yang tepat. Saat berbicara dengan anak misalnya, pendidik perlu berlutut, jongkok atau duduk di kursi kecil agar terjadi kontak mata yang sejajar dengan mata anak. Pendidik juga harus konsisten antara apa yang dikatakan dengan yang dilakukan agar keteladanan (modeling) berlangsung efektif dan anak mengerti pesan-pesan yang disampaikan.
b. Pendidik perlu memberikan kesempatan yang beragam bagi anak untuk berkomunikasi.
Anak-anak belajar berkomunikasi dengan cara mendengarkan, menggunakan bahasa, dan pada saat pendidik mendengarkan atau merespons apa yang diucapkan anak. Anak-anak tidak belajar bahasa dengan hanya duduk tenang mendengarkan ceramah, tetapi keterampilan berkomunikasinya berkembang saat anak menggunakan bahasa untuk menyatakan kebutuhan, harapan, kegembiraan atau memecahkan masalahnya. Mereka akan mau mendengarkan sesuatu jika menarik baginya, seperti mendengarkan cerita, sajak atau nyanyian tertentu. Interaksi komunikasi untuk anak usia 1-2 tahun biasanya bersifat individual, meskipun ada juga yang sudah dapat bergabung dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2-3 anak. Meskipun bayi baru mampu menyatakan kebutuhannya dengan cara menangis atau gerakan tubuh, pendidik tetap perlu merespons bayi tersebut secara verbal dan #3.18
mengatakan kemungkinan yang diperlukan bayi. Misalnya, ”O, adik lapar ya sudah 2 jam belum minum susu lagi….”
Selain itu, anak-anak juga perlu diarahkan untuk membangun komunikasi dua arah. Pemahaman anak terhadap bahasa berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun pertama. Pada usia 2 tahun, anak mempunyai minat yang lebih baik dalam berbahasa dan mampu bercakap-cakap cukup panjang dengan pendidik atau anak lain. Pada periode ini terjadi perubahan penting dalam berbahasa yang menunjukkan tingkat berpikir anak, misalnya terlihat dari jenis pertanyaan anak, tanggapan anak saat menjawab pertanyaan terutama pertanyaan yang terbuka (open ended question).
c. Pendidik perlu memfasilitasi agar anak berhasil dalam menyelesaikan tugasnya dengan cara memberikan arahan, memfokuskan perhatian, mendekati anak dan memberikan kata-kata semangat. Pendidik perlu menyadari bahwa anak belajar dari coba ralat (trial and error) dan bahwa beberapa miskonsepsi yang ditunjukkan anak menggambarkan perkembangan daya pikir mereka.
Rasa berhasil dalam menyelesaikan tugas merupakan motivasi utama bagi tiap anak untuk terus belajar. Anak-anak akan belajar dari kesalahannya. Jika mereka dikritik karena kesalahannya tersebut, mereka akan takut untuk mencoba lagi. Oleh karena itu, saat anak melakukan kesalahan pendidik harus terus memberikan semangat, membicarakan permasalahan itu bersama anak atau jika mungkin mendorong anak untuk mencobanya lagi dengan cara lain. Sebaiknya pendidik dapat merencanakan kegiatan atau tugas yang dapat diselesaikan dengan berbagai cara sehingga pendidik juga dapat menghargai jawaban atau solusi yang unik dari tiap anak.
d. Pendidik perlu memahami tanda-tanda anak yang mengalami stres dan teknik mengatasinya.
Pada pendidikan formal, rasa stres pada anak biasanya bersumber dari materi belajar yang tidak sesuai dengan perkembangan anak atau dari perintah pendidik yang salah. Oleh karena itu, pendidik perlu mengevaluasi materi, apakah sudah sesuai untuk anak tersebut dan tidak memaksakan kehendak pada anak.
Jika anak mengalami stres karena sebab yang lain (bukan karena materi pembelajaran), pendidik dapat membantu mengurangi rasa stres tersebut sesuai tingkat usia mereka, misalnya dengan membujuk dan memeluk #3.19
pada bayi yang menangis; menawarkan mainan favorit pada anak 1-2 tahun; dan memberikan buku atau bermain air, gerak tubuh, mendengarkan musik atau kegiatan penenangan untuk anak yang lebih tua. Untuk anak yang lebih besar, pendidik perlu mendengarkan keluhan atau curahan hati anak dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menyendiri beberapa saat. Tiap anak akan merespons rasa stres dengan cara yang berbeda-beda sehingga pendidik seharusnya peka terhadap keunikan tiap anak tersebut sebagai kunci dalam meredakan stres anak tersebut.
e. Pendidik perlu memfasilitasi perkembangan rasa percaya diri anak dengan cara menghormatinya, menerima, menenangkan dan memaklumi perilaku anak. Pemahaman pendidik tentang perilaku yang tidak biasa pada anak seperti membuat berantakan, mengotori, menangis dan mengamuk, tertarik dengan perbedaan bentuk tubuh atau alat kelamin, agresif, melanggar aturan, dan Iain-lain merupakan kunci penting untuk memberikan bimbingan yang sesuai bagi anak. Bimbingan yang sesuai DAP adalah yang bersifat menghargai anak sehingga anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang baik serta mengembangkan kemampuannya untuk membuat keputusan yang lebih baik di masa depan. Pendidik diharapkan jangan sampai memarahi, membentak, menghukum, memanggil dengan julukan yang tidak disukai anak, mengancam, mengucilkan atau memukul anak. Pendidik yang menertawakan atau membicarakan perilaku anak, apalagi di depan teman-temannya akan berpengaruh negatif terhadap rasa percaya diri anak tersebut.
f. Pendidik perlu memfasilitasi perkembangan kontrol diri anak.
Anak-anak akan belajar kontrol diri jika pendidik memperlakukan mereka secara patut, misalnya dengan cara berikut.
1) Memberikan aturan-aturan yang jelas dan konsisten tentang perilaku di kelas. Anak yang lebih besar dapat membuat peraturan sendiri yang disepakati bersama.
2) Nenghargai kesalahan anak sebagai kesempatan untuk belajar.
3) Mengingatkan anak untuk memperbaiki perilakunya.
4) Mendengarkan anak saat dia mencurahkan rasa kecewa, marah atau frustrasinya. #3.20
5) Mengarahkan anak untuk dapat memecahkan konflik dan masalahnya sendiri.
6) Mengingatkan kembali pada anak dengan sabar dan bijak tentang peraturan yang berlaku dan alasan-alasannya.
g. Pendidik setiap saat bertanggung jawab atas semua anak yang ada di bawah asuhannya dan perlu memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka meningkatkan keterampilannya.
Pendidik perlu senantiasa mengawasi anak dalam jarak yang cukup dekat, terutama untuk anak yang berusia kurang dari 3 tahun. Misalnya, pada bayi saat dia terjaga, dan pada anak usia 1-2 tahun yang sedang merangkak, belajar berjalan atau saat menawarkan mainan lain pada anak. Pengawasan ini termasuk juga menjaga keamanan mangan dan lapangan bermain dari berbagai kemungkinan bahaya, dan membatasi atau menerapkan prosedur tertentu bagi orang yang tidak dikenal untuk dapat masuk ke lingkungan KB/TPA. #3.21
Sumber:
Aisyah, Siti. 2008. Materi Pokok Perkembangan dan Konsep dan Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 3.17-3.21
Leave a Reply