AsikBelajar.Com | John Dewey lahir tahun 1859 di Burmington, Vermont, Amerika Serikat. Ia mendapatkan gelar B.A. dari University of Vermont pada tahun 1879, kemudain memperoleh gelar Ph.D. dari John Hopkins University pada tahun 1884. Dewey memiliki karir yang lama dan berpengaruh di bidang pendidikan. Antara tahun 1884-1931, ia berturut-turut mengajar di University of Michigan, University of Minnesota, University of Chicago, dan Columbia University. Selama di Chicago, Dewey memiliki minat yang besar dalam pembaharuan teori dan praktik pendidikan. Untuk menguji teori-teori pendidikannya, ia banyak mengadakan eksperimen di Laboratory School, yang disebut “Dewey School”, didirikan oleh University of Chicago tahun 1896. Teori yang cukup dikenal adalah “belajar melalui aktifitas yang bervariasi, tidak sekedar dengan kurikulum formal dan metode otoritarian” (Funk & Wagnalls New Encyclopedia, 1986).
Dewey mengembangkan filosofi instrumentalisme, yang mempercayai bahwa sifat manusia tidak dikonsepsi sebagai baik atau buruk, tetapi lebih merupakan produk dari evolusi kultural. Menurut pandangan Dewey, manusia lahir dalam kesamaan, dan manusia bertindak menurut karakteristiknya yang merupakan hubungan transaksional dengan lingkungan sosialnya (Karier, 1986). Gagasan-gagasannya banyak dipengaruhi oleh dua tokoh yang ia kagumi, yaitu Immanuel Kant dan George Wilhelm Freidrich Hegel; keduanya filosofJerman. Bagi Dewey, pikiran Kant dan Hegel tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Konsep Kant tentang ide diadopsi oleh Dewey dengan metode yang dijalankan oleh Hegel. Karena itu filosofi Dewey sering juga disebut “Kantian- Hegelian”. Pengaruh kedua pemikir ini nampak jelas pada karya Dewey “The Quest for Certainty” yang diterbitkan tahun 1929 dan dicetak ulang tahun 1980. Dalam buku ini Dewey (1980) menguraikan antara lain “idea of work’, “the play of ideas”, “the naturalization of intelligence”, dan “Supremacy of methods”.
Immanuel Kant dipandang sebagai pemikir yang berpengaruh dalam abad modern ini. Ia Iahir di Konigsberg pada tahun 1724. la mendapatkan pendidikan dari Collegium Fredericianum dan University of Konigsberg, dalam bidang klasik, fisika, dan matematika. Kunci filosofi Kant termuat dalam “Critique of Pure Reason” yang diterbitkan pada tahun 1781 , dan sering disebut “filosofi kritis”. Dalam tulisan ini ia mengkaji dasar pengetahuan manusia dan menciptakan epistemologi individual. Kant membedakan model berpikir menjadi dua jenis: proposisi analitik yang terletak pada subyek itu sendiri, dan proposisi sintetik yang ditarik dari pengalaman. Karya Immanuel Kant yang juga termashur adalah “Groundwork of the Metaphysic of Morals”. Dalam karyanya tersebut, Kant memaparkan tentang metode groundwork, yang terdiri dari proses secara analitis dari pengetahuan umum ke formulasi prinsip dasar, dan kemudian kembali secara sintesis dari pengujian prinsip dan asalnya ke pengetahuan umum, di mana dapat diperoleh aplikasinya. Dalam buku itu, Kant (1964) menulis tiga bab yaitu: (1) proses dari pengetahuan rasional moralitas biasa ke filosifis, (2) proses dari filosofi moral poluler ke metafisik moral, dan (3) tahap akhir dari metafisik moral ke kritik yang beralasan praktis murni.
Hegel dilahirkan di Stuttgart, Jerman, pada tahun 1770. Hegel belajar, menulis dan menjadi dosen di University of Jena, kemudian pindah ke Nuremberg. Karya-karya yang terkenal antara lain “The Phenomenology of Mind”, “The Science of Logic”, dan “The Philosophy of Right”. Berkenaan dengan struktur rasional kemutlakan, Hegel menegaskan bahwa “apa yang rasional adalah nyata, dan apa yang nyata adalah rasional”. Pemikiran Hegel dianalisis dalam konteks tiga kategori: tesis, antitesis, dan sintesis, yang merupakan suatu dialektika. Tesisnya adalah ide atau gerakan historis; dan antitesis merupakan oposisi yang muncul akibat dari konflik dengan ide atau gerakan tadi; sedangkan pandangan ketiga yang berupaya mengatasi konflik dengan merekonsiliasi peringkat tinggi dari kebenaran, yang mencakup tesis dan antitesis, disebut sintesis (Funk & Wagnall New Encyclopedia, 1986).
Pengaruh John Dewey dalam bidang pendidikan kuat sekali. Karier (1986) menyebutkan bahwa Dewey menganggap bahwa “alat dan tujuan”, “kebebasan dan tanggung jawab”, “siswa dan kurikulum”, “sekolah dan masyarakat” pada dasarnya adalah terpadu. Menurut Dewey, pemisahan antara satu dengan yang lain menyebabkan terjadinya destruktif persatuan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan individu dan masyarakat. Dewey adalah pejuang demokrasi dalam pendidikan. Sebagai contoh, dalam bukunya “Democracy and Education” Dewey (1916) menentang popularitas manajemen ilmiah (scientific management) pikiran Frederick Taylor, di antara para pemimpin sekolah. Menurut Dewey, manajemen ilmiah terlalu mengandalkan efisiensi dan kurang menekankan pada “keseimbangan kepentingan sosial”. Sifat demokrat Dewey ini diakui oleh banyak kalangan, misalnya Nathanson (1967:83) menegaskan kembali prinsip yang dipegang oleh Dewey sebagai berikut, “No, democracy is neither a political nor an economic nor a social concern taken sparately. Nor is it just all of them taken together…” Nathanson menyebut karya Dewey sebagai “the reconstruction of the democratic life”. Begitu pula, empat pakar pendidikan, Campbell, Flemming, Newell, dan Bennion (1987) menyebut Dewey sebagai “the spiritual godfather of democratic administration”.
Dari uraian dimuka, telah disebutkan bahwa temperamen personal, pengalaman hidup, dan wawasan intelektual masing-masing, para pragmatis berbeda satu sama lain. Peirce menemukan martabat manusia berkaitan dengan kemampuan dalam memahami hukum-hukum keteraturan alam; James menilai martabat seseorang ditentukan oleh kemampuan subyektif untuk bebas, sedangkan Dewey berpandangan bahwa martabat tersebut tergantung dari kemampuan kreatif dalam meletakkan dan merealisasikan ide-ide secara sosial. Namun, mereka bersama-sama menampilkan gambaran umum yang adil dari mainstream kehidupan intelektual Amerika pada abad ke-20, yang dinyatakan dengan sebutan “pragmatisme”.
Sumber:
Sohandji, Ahmad. 2012. Manusia, Teknologi, Dan Pendidikan Menuju Peradaban Baru. Malang: Universitas Negeri Malang. Hal. 16-18.
Leave a Reply