AsikBelajar.Com | Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Lonjakan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian jas-mani seperti kepala dan otak yang …95
pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang (tidak secepat badan dan kaki), mulai menunjukkan perkembangan yang cukup berarti hingga bagian-bagian lainnya menjadi matang. (Muhibbin Syah, 1999: 13)
Pada mulanya anak yang baru .dilahirkan memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya. Karenanya tubuhnya terlihat selalu bergerak-gerak dengan sikap tertentu. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya anak dapat mengendalikan aktivitas alat-alat jasmaninya itu sesuai keinginan. Ketika anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur enam/tujuh tahun hingga duabelas/tigabelas tahun, perkembangan fisiknya mulai tampak benar-benar proporsional (berkesinambungan). Organ-organ jasmaninya tumbuh serasi dan tidak lebih panjang atau lebih besar dari yang semestinya. Ukuran tangan kanan tidak lebih panjang dari tangan kiri atau ukuran leher tidak lebih besar dari ukuran kepala yang disangganya.
Seiring dengan meningkatnya usia anak, gerakan anak pun semakin lincah. Anak dapat duduk , berjalan, berdiri, berjongkok , dan gerakan-gerakan fisik lainnya. Pendek kata, gerakan fisiknya beraneka ragam dan dengan kekuatan dan daya tahan yang berlainan.
Di tubuh anak seperti tangan, kaki, kepala, jari-jari tangan, pinggang, dan sebagainya mempunyai fungsi masing-masing. Anak dapat memanfaatkannya untuk mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu. Misalnya, tangan dan jari-jarinya yang berjumlah sepuluh, dapat digunakan untuk mengetik sepuluh jari; untuk olah raga badminton, untuk menulis, untuk menggambar, dan sebagainya. Kaki dapat digunakan untuk berlari, main sepak bola, mendaki gunung, sepak takraw, dan sebagainya.
Keterampilan indrawi-jasmani adalah salah satu keterampilan yang memerlukan koordinasi dan organisasi psikofisik anak. Keterampilan indrawi-jasmani dalam prakteknya tidak hanya mengandalkan gerakan fisik, tetapi juga melibatkan proses mental. Keterampilan menulis atau menggambar misalnya, bukan hanya asal …96
menulis atau menggambar tapi ada suatu ide, ilham, atau pemikiran untuk diekspresikan dalam bentuk tulisan atau gambar. Sering ditemukan kekeliruan anak dalam hal menulis atau menggambar, karena dia malas berpikir. Anak yang menyalin bahan pelajaran tanpa proses mental, walaupun ia sudah biasa karena sering melakukannya, resiko kesalahan mungkin akan selalu mengancam.
Selain perkembangan fisik yang mempengaruhi belajar anak, yang tidak kalah panting mempengaruhi belajar anak adalah perkembangan kognitif. Istilah kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti luas, kognitif (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Sebagian besar psikolog, terutama ahli psikologi kognitif berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar perkembaqgan manusia, yaitu kapasitas motor dan kapasitas sensori sampai batas tertentu dipengaruhi oleh aktivitas kognitif. Pendayagunaan kapasitas kognitif manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan motor dan sensorinya. Berdasarkan hasil-hasil riset kognitif disimpulkan bahwa semua bayi sudah berkemampuan menyimpan informasi-informasi yang berasal dari penglihatan, pendengaran, dan informal-informal lain Yang diserap melalui indraindranya, asalkan otaknya tidak cacat atau berkelainan otak.
Melalui pancaindra anak melakukan aktivitas kognitif untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosialnya. Pengalaman langsung berdasarkan pengamatan terhadap suatu objek adalah awal pengenalan terhadap suatu objek. Kesan-kesan dari pengalaman langsung itu tidak hilang dari ingatan meskipun anak sudah meninggalkan objek sebenarnya. Ini artinya anak dapat menyimpan objek yang telah ”hilang” dan menggantikannya dalam bentuk representasi mental. Bedanya tidak ada, tetapi tergambar seperti benda yang sesungguhnya di dalam memori otak. Inilah yang menurut Jean Piaget (1896 1980), seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak, yang disebut object …97
permanence (ketetapan benda), yaitu anggapan bahwa sebuah benda akan tetap ada walaupun sudah ditinggalkan atau tidak dilihat lagi.
Dalam belajar anak harus dapat melakukan representasi mental dengan sebaik-baiknya. Penyerapan, pengolahan, dan penyimpanan kesan yang terorganisasi dengan baik akan mempengaruhi kekuatan ingatan. Kesalahan penyerapan, pengolahan, dan penyimpanan kesan-kesan yang didapatkan dari hasil belajar akan menyebabkan kerusakan representasi mental. Sehingga menurut Jean Piaget kerancuan ”skema” tidak dapat dihindari. Efeknya justru menjadi penghalang dalam pembentukan struktuf-struktur mental berikutnya. Skema dari Piaget ini dapat disejajarkan dengan istilah ”struktur kognitif”, yaitu mengingat pengetahuan mengenai mata pelajaran yang cenderung diorganisasi atau disusun secara berurut dan hierarki, apa yang telah diketahui anak dan sejauh mana anak mengetahuinya jelas mempengaruhi kesiapan anak mempelajari hal-hal baru.
Dalam belajar, semakin baik struktur kognitif yang dilakukan oleh anak, maka semakin mapanlah penguasaan anak atas bahan pelajaran yang telah dikuasai. Bila suatu ketika pengetahuan itu diperlukan, mudahlah bagi anak untuk mengingatnya kembali. Agar struktur kognitif dapat dibentuk dengan baik di dalam memori, anak dapat menggunakan ”jembatan logika” dalam belajar. Misalnya, bahan pelajaran disusun dalam bentuk skema atau bagan, atau dengan teknik apa saja selama mendukung terbentuknya struktur kognitif.
Seiring dengan meningkatnya umur anak, maka cara berpikir anak pun bergerak dari yang konkret menuju yang abstrak. Hal ini terjadi bila anak sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada ataulbiasa ada, walaupun benda itu sudah ia tinggalkan, atau sudah tak digihat dan tak didengar lagi. Di sini pandangan terhadap keberadaan benda tidak lagi bergantung pada pengamatan belaka, tetapi sudah dalam bentuk representasi mental‘ Kemampuan anak untuk melakukan representasi mental inilah yang melicinlcan jalan bagi anak untuk dapat berpikir abstrak. Ini terjadi …98
dalam diri anak ketika berumur 2 sampai 7 tahun, yaitu dalam periode perkembangan kognitif pra-operasional. Dengan kemampuan ini anak dapat mengembangkan berbagai tanggapan mental. Kesanggupan menyimpan tanggapan bertambah besar. Sehingga jangan heran bila pengetahuannya juga bertambah berkat belajar dan hasil interaksinya dengan lingkungan.
Kemampuan berpikir anak dipengaruhi kapasitas inteligensi sebagai potensi yang bersifat bawaan. Kualitas inteligensi anak mempengaruhi kemampuan anak untuk membentuk struktur kognitif. Inteligensi itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam perkembangannya. Misalnya, bertambahnya informasi yang disimpan dalam memori seseorang sehingga ia mampu berpikif, banyaknya pengalaman dan istilah-istilah memecahkan masalah sehingga seseorang dapat berpikir proporsional, dan adanya kebebasan berpikir sehingga menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotes-hipotesis dan kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar. …99
Sumber:
Djamarah, Syaiful Bahri, 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hal.95-99.
Leave a Reply