Guru: Panggilan Jiwa Atau Sertifikasi? – AsikBelajar.Com. Terbayang oleh kita lagu “Oemar Bakri”nya Iwan Fals. Lagu tersebut menceritakan tentang hebatnya seorang guru dalam “menciptakan” dokter, insinyur, bahkan profesorpun jadi.Dalam lagu itupun tergambar betapa “berkarakternya” Oemar Bakri dengan sepeda kumbangnya. Profesi guru pada jamannya Oemar Bakri adalah profesi “kelas dua”, sehingga sulit mencari bibit yang bisa diandalkan. Bagi yang merasa mampu, sudah mencari fakultas lain, sehingga fakultas keguruan atau fkip waktu itu menjadi pilihan alternatif bukan pilihan utama. Padahal di Jepang, ketika negaranya hancur di bom Sekutu, yang menjadi prioritas disiapkan untuk membangun kembali negaranya adalah menginventarisir berapa orang GURU yang masih hidup. BUKAN berapa orang insinyur!.

Pemerintah kita sudah sangat memahami kenyataan bahwa profesi guru, khususnya dunia pendidikan harus mendapatkan prioritas.Hal itu terbukti dengan dianggarkannya 20% dalam APBN untuk sektor pendidikan. Guru dan Dosenpun mendapat santunan (baca: sertifikasi) yang memberikan tunjangan bagi guru dan dosen yang memiliki kualifikasi yang sudah dipersyaratkan pemerintah. Tunjangan itu berupa uang sebesar gaji bulanan, sehingga dengan adanya sertifikasi tersebut guru dan dosen sudah mendapat dua kali gaji.
Apa yang terjadi sekarang? Sudah diduga. Pepatah ada gula ada semut ternyata berlaku pada pemilihan profesi. Imbasnya fakultas keguruan menjadi primadona, terutama PGSD. Namun yang perlu kita renungkan adalah, apakah mental dan kesiapan diri pemilih sudah siap untuk menjadi guru?. Karena bagaimanapun, profesi guru lebih kepada profesi pendidik mental dasar anak-anak dibanding seorang dosen. Coba renungkan sekali lagi, ketika kita menjatuhkan pilihan kepada profesi guru, tanyakan pada diri masing-masing apakah jiwa kita sudah ikhlas untuk menjadi guru? Memang tidak ada yang mengharamkan seorang guru layak mendapatkan sertifikasi, namun nun jauh di lubuk hati, seorang guru tetaplah harus memiliki roh, jiwa seorang pendidik. Bula itu sudah hilang dalam diri seorang guru, maka kita kehilangan murid-murid yang berjiwa sosial, empati kepada orang lain. Kita akan membesarkan murid yang sombong dan tidak kenal dengan teman sejawat, bahkan cenderung seorang manusia yang korup dan pendusta!.
Leave a Reply