AsikBelajar.Com | Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif individu ini terjadi perbedaan pendapat diantara para penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal berpendapat bahwa perkembangan intelektual/ kognitif itu sekitar 90% ditentukan oleh faktor heriditas dan pengaruh lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan, hanya memberikan konstribusi sekitar 10% saja. Kelompok ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki heriditas intelegtual unggul, maka akan sangat mudah pengembangannya meskipun hanya dengan intervensi lingkungan secara tidak maksimal, sedangkan individu yang memiliki heriditas intelegtual rendah maka intervensi lingkungan seringkali mengalami kesulitan meskipun sudah dilakukan secara maksimal.#40
Sebaliknya, kelompok penganut paedagogis radikal amat yakin bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil sekitar 80-85%, sedangkan heriditas hanya memberikan konstribusi 15-20% terhadap perkembangan intelegtual individu. Syaratnya adalah memberikan kesempatan rantang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan intelegtualnya secara maksimal.
Dengan tanpa mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, maka perkembangan intelegtual sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak secara terpisah sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan resultante dari interaksi keduanya. Pengaruh faktor heriditas dan lingkungan terhadap perkembangan intelegtual itu dapat dijelaskan berikut ini:
a) Faktor heriditas
Faktor heriditas yaitu semenjak dalam kandungan anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelegtualnya (Asrori, 2003:42). Hal ini disebabkan karena masing-masing dari kita memulai kehidupan sebagai suatu sel tunggal yang beratnya kira-kira seperdua puluh juta ons. Potongan benda yang sangat kecil ini menyimpan kode genetik kita, informasi tentang akan menjadi siapa kita. Instruksi ini mengatur pertumbuhan dari sel tunggal itu menjadi seorang yang terdiri dari sel tunggal itu menjadi seseorang yang terdiri dari bertrilyun-trilyun sel, yang masing-masing berisi satu tiruan (replica) kode genetik asli yang sempurna. Inti setiap sel manusia berisi 46 kromosom (choromosomes) yang merupakan struktur seperti benang yang terdiri dari 23 pasang, satu anggota dari setiap pasang berasal dari masing-masing orang tua. Kromosom berisi zat genetik deoxyribonucleic acid yang luar biasa, atau DNA, DNA ialah suatu molekul kompleks yang berisi informasi genetik. Bentuk heliks ganda (double helix) DNA kelihatan seperti tangga rumah spiral (spiral staircase). Gen (genes), unit informasi genetik adalah segmen pendek dari tangga rumah DNA. Gen bertindak sebagai cetak biru bagi sel untuk memproduksi gen itu sendiri dan menghasilkan protein yang mempertahankan kehidupan. Gamet (gametes) ialah sel reproduksi wanita, yang diproduksi di dalam testis laki-laki dan ovarium perempuan. Meiosis ialah proses pembagian sel dalam mana setiap pasang kromosom di dalam sel berpisah, dengan satu anggota dari setiap asang masuk ke dalam setiap gamet manusia memiliki 23 kromosom yang tidak memiliki pasangan. Reproduksi (reproduction) berlangsung ketika gamet perempuan (ovum) dibuahi oleh gamet laki-laki (sperma). Zigot ialah (Zygote) ialah #41
satu sel tunggal yang dibentuk melalui pembuahan. Di dalam zigot dua perangkat kromosom yang tidak memiliki pasangan bergabung untuk membentuk seperangkat kromosom yang memiliki pasangan. Satu anggota dari setiap pasang berasal dari ibu dan anggota lain berasal dari ayah. Dengan cara ini setiap orang tua menyumbangkan 50% keturunan. (Santrock, 20012:84).
Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkkan bahwa peranan faktor hereditas terhadap perkembangan kognitif atau intelegensi seseorang terutama karena adanya rangkaian hubungan antara pertalian keluarga dengan ukuran IQ. Sebagaimana hasil penelitian dari Erlenmeyer Kimling dan Jarvik, 1963, bahwa umumnya individu yang mempunyai hubungan keluarga cenderung mempunyai IQ relatif sama atau similar. Riset lain yang dilakukan oleh Jenks, 1972 dan Munsinger, 1978 menyimpulkan bahwa IQ anak lebih similar dengan IQ orang tuanya.
Dengan demikian, secara potensial anak telah membawa kemungkinan, apakah akan menjadi kemampuan berfikir setaraf normal, di atas normal atau di bawah normal. Tetapi potensi tersebut tidak akan dapat berkembang secara optimal tanpa adanya lingkungan yang dapat memberi kesempatan untuk berkembang. Oleh karena itu, peranan hereditas sangat menentukan perkembangan intelegtual anak.
b) Faktor lingkungan
Selain faktor hereditas, maka taraf kognitif seseorang juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tingkat kognitif atau intelegensi seseorang sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan. Banyak studi maupun penelitian yang mendukung bahwa faktor lingkungan mempengaruhi tingkat kognitif atau intelegensi seseorang. Sebagai contoh dalam penelitian Kamin,1978, anak-anak angkat yang hidup dalam lingkungan yang baik mengalami peningkatan IQ sampai 5 poin, sedangkan anak-anak angkat yang hidup dalam lingkungan kurang baik tidak mengalami peningkatan taraf intelegensi. Selain dipengaruhi oleh faktor hereditas dan lingkungan, tingkat kognitif atau taraf intelegensi juga dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, budaya, dan asupan nutrisi #42
(Monty & Fidelis, 2006). Adapun faktor lingkungan dibagi menjadi dua unsur lingkungan yang sangat penting peranannya dalam mempengaruhi perkembangan inteleg anak, yaitu keluarga dan sekolah.
1) Keluarga
Lingkungan terkecil adalah keluarga yang merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pertama karena sejak anak ada dalam kandungan dan lahir berada dalam keluarga. Dikatakan utama karena keluarga merupakan yang sangat penting dalam pendidikan untuk membentuk pribadi yang utuh. Semua aspek kepribadian dapat dibentuk di lingkungan ini. Pendidik yang bertanggung jawab adalah orang tua. Sejalan dengan yang dikemukakan di dalam resolusi majelis umum PBB bahwa keluarga ialah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi, 2007:60). Sebagaimana yang dikemukakan oleh William Bennet dalam Megawangi bahwa kesejahteraan fisik, psikis, dan pendidikan anak-anak kita sangat tergantung pada sejahtera tidaknya keluarga, keluarga adalah tempat yang paling awal dan efektif (menjalankan fungsi) Departemen Kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi lembaga-lembaga lain untuk memperbaiki kegagalan- kegagalannya. Jadi, segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga pasti berpengaruh dalam pembentukan intelegtual seorang anak. Perilaku ini menyangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi orang tua terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai dapat mempengaruhi kepribadian anak. Kedua orang tua harus terlibat karena keterlibatan ayah dalam pengasuhan dimasa kecil sampai usia remaja juga menentukan pembentukan intelegtual anak. Keluarga yang harmonis dimana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih sayang dan selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi pembentukan kognitif/intelegtual anak. #43
Lebih lanjut Hill dalam Lestari mengemukakan bahwa keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan (Lestari, 2014:6). Sejalan dengan yang dikemukakan oleh F.J Brown dalam Yusuf mengungkapkan bahwa keluarga jika ditinjau dari sudut pandang sosiologis dapat diartikan menjadi dua macam, yaitu a) dalam arti luas keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan “clan” atau marga; b) dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak. Kemudian Maciver dalam Yusuf menyebutkan lima ciri khas keluarga yang umum terdapat dimana-mana, yaitu a) hubungan berpasangan kedua jenis, b) perkawinan atau bentuk ikatan lain yang mengkokohkan hubungan tersebut, c) pengakuan akan keturunan, d) kehidupan ekonomis yang diselenggarakan dan dinikmati bersama, dan e) kehidupan berumah tangga (Yusuf, 2012:36).
Covey dalam Yusuf mengemukakan bahwa terdapat empat prinsip peranan keluarga, yaitu:
a) Modelling (example of trustworthness). Orang tua adalah contoh atau model bagi anak. Tidak dapat disangkal bahwa contoh dari orang tua mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak. Ketika abert Schweitzer ditanya tentang bagaimana pengembangan anak, dia menjawab: “ada tiga prinsip, yaitu: pertama contoh, kedua contoh dan ketiga contoh”. Orang tua merupakan model yang pertama dan terdepan bagi anak (baik positif atau negatif) dan merupakan pola bagi “way of life” anak. Cara berfikir dan berbuat anak dibentuk oleh cara berfikir dan berbuat anak dibentuk oleh cara berfikir dan berbuat orang tuanya. Melalui modelling ini, orang tua telah mewariskan cara berfikirnya kepada anak, yang kadang-kadang sampai kepada generasi ketiga atau keempat. Oleh karena itu, maka peranan modelling orang tua bagi anak dipandang sebagai suatu hal yang sangat mendasar, suci dan perwujudan spritual. Melalui modelling ini juga anak akan belajar tentang 1) sikap proaktif,
2) sikap respek dan kasih sayang. #44
b) Mentoring yaitu kemampuan untuk menjalin atau membangun hubungan, investasi emosional (kasih sayang kepada orang lain) atau pemberian perlindungan kepada orang lain secara mendalam, jujur, pribadi dan tidak bersyarat. Kedalaman dan kejujuran atau keikhlasan memberikan perlindungan ini akan mendorong orang lain untuk bersikap terbuka dan mau menerima pengajaran, karena dalam diri mereka telah tertanam perasaan percaya. Orang tua merupakan mentor pertama bagi anak yang menjalin hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik secara positif atan negatif, orang tua mau tidak mau tetap menjadi mentor bagi anak. Orang tua menjadi sumber pertama bagi perkembangan perasaan anak: rasa aman atau tidak aman, dicintai atau dibenci. Ada lima cara untuk memberikan kasih sayang kepada orang lain, yaitu 1) empathizing; mendengarkan hati orang lain dengan hati sendiri;
2) sharing berbagi wawasan, emosi dan keyakinan; 3) affirming: memberikan ketegasan (penguatan) kepada orang lain dengan kepercayaan. Penilaian, konfirmasi, apresiasi dan dorongan; 4) praying: mendoakan orang lain secara ikhlas dari jiwa yang paling dalam; dan 5) sacrificing; berkorban untuk diri orang lain.
c) Organizing: yaitu keluarga seperti perusahaan yang memerlukan tim kerja dan kerjasama antar anggota dalam menyelesaikan tugas- tugas atau memenuhi kebutuhan kelauarga. Peran organizing adalah utnuk meluruskan struktur dan sistem keluarga dalam rangka membantu menyesaikan hal-hal yang penting.
d) Teaching: orang tua berperan sebagai guru (pengajar) bagi anak-anaknya (anggota keluarga) tentang hukum-hukum dasar kehidupan. Melalui pengajaran ini orang tua berusaha memberdayakan (empowering)prinsip- prinsip kehidupan, sehingga anak memahami dan melaksanakannya. Mereka juga mempercayai prinsip tersebut dan juga dirinya sendiri sebab mereka telah terintegrasi artinya ada keseimbangan antara prinsip-prinsip yang universal dengan kebutuhan dirinya. Peran orang tua sebagai guru adalah menciptakan “conscious competence”; pada diri anak yaitu mereka mengalami tentang apa yang mereka #45
kerjakan dan alasan tentang mengapa mereka mengerjakan itu (Yusuf, 2012:47-48).
Jadi, pengasuhan orang tua dipengaruhi oleh model interaksi orang tua (ayah-ibu) dan anak, kondisi keluarga dan harapan orang tua, keadaan sosial ekonomi dan pendidikan juga pekerjaan orang tua. Pengasuhan orang tua memberikan kesempatan kepada anak untuk memperoleh berbagai bentuk keterampilan melalui eksplanasi, dorongan dan diskusi serta adanya pengakuan dari pihak orang tua. Peran orang tua terhadap perkembangan anak dijelaskan oleh Darling dalam Thalib bahwa pengasuhan orang tua memberikan konstribusi utama terhadap proses sosialisasi anak, independensi, kematangan, kontrol diri, kemandirian, keingintahuan, persahabatan, orientasi berprestasi dan nilai-nilai prososial. Pengasuhan orang tua sebagai proses interaktif antar anggota keluarga, berhubungan dengan keterampilan dalam menerangkan pengawasan penggunaan disiplin dan hukuman yang efektif, pemberian dorongan atau penguatan yang mendukung perkembangan keterampilan pemecahan masalah.
Pengawasan kepada anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Pemantauan langsung dapat dilakukan dengan mengamati secara aktif keberadaan dan aktifitas anak setiap saat atau secara priodik di sekolah maupun di luar sekolah. Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan secara efektif melalui upaya saling berbagi informasi dan pengalaman. Pemantauan secara tidak langsung ini memberikan konstribusi yang signifikan terhadap perkembangan kelekatan emosional antar anggota keluarga. Pertukaran informasi dan pengalaman dapat menciptakan dan mengembangkan rasa kasih sayang dan kehangatan antar anggota keluarga. Keterlibatan anak dalam pertukaran informasi dan pengalaman merupakan faktor penting dalam memperkenalkan secara efektif tentang pentingnya nilai-nilai keterampilan serta berbagai jenis perilaku prososial.
Dengan demikian, sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak akan membentuk perkembangan kognitif anak secara optimal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Asrori (2003:44) bahwa intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan #46
pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berfikir. Cara-cara yang digunakan misalnya memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-ide tersebut, memuaskan dorongan ingin tahu anak dengan jalan seperti menyediakan bacaan alat-alat keterampilan dan alat-alat yang dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Pemberian kesempatan atau pengalaman tersebut sudah barang tentu menuntut perhatian orang tua. Artinya hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomuniksi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang mengajar, melatih dan memberikan contoh pengembangan kognitif kepada anak. Hubungan yang sehat antara orang tua dan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya) memfasilitasi perkembangan kognitif anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan kognitifnya.
2) Sekolah
Sebagaimana lingkungan keluarga, maka lingkungan sekolah juga memainkan peranan penting setelah keluarga bagi perkembangan kognitif anak. Sebab, sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggungjawab untuk meningkatkan perkembangan anak termasuk perkembangan berfikir anak. Dalam hal ini guru hendaknya menyadari benar-benar bahwa perkembangan intelegtual anak terletak ditangannya, beberapa cara antara lain: 1) menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik, dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis peserta didik akan merasa aman, sehingga segala masalah yang dialami secara bebas dapat dikonsultasikan dengan guru mereka,
2) memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang pekembangan intelegtual para peserta didik, 3) menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olah raga maupun menyediakan gizi yang cukup sangat penting bagi perkembangan berfikir peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggu secara fisik perkembangan intelegtualnya #47
akan terganggu juga, 4) meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media-media cetak maupun menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik berpendapat atau mengemukakan ide-idenya, sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelegtual peserta didik. (Asrori, 2003: 44) #48
Sumber:
Khadijah, 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: Perdana Publishing. Hal. 40 – 48.
Leave a Reply