Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Selaras dengan penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan oleh Glickman (1981). Menurutnya ada empat prototipe guru dalam mengelola proses pembelajaran. Proto tipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru prototipe profesional. Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of commitment).
Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus kepada apa seharusnya program supervisi akademik.
Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru. Sehubungan dengan pengembangan kedua dimensi ini, menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun penilaiannya.
Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive aspects of professional development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses pembelajaran.
Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan akademik, persepsi guru terhadap murid, pengetahuan guru tentang materi, dan penguasaan guru terhadap teknik. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga merepresentasikan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya. Adapun aspek substansi keempat merepresentasikan seberapa luas penguasaan guru terhadap teknik akademik, manejemen, pengorganisasian kelas, dan keterampilan lainnya yang merupakan unsur akademik yang efektif.
Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya.
Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.
Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dan harus dijadikan perhatian utama kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang mampu menghantarkan guru-guru menjadi semakin kompeten.
Leave a Reply