AsikBelajar.Com | Sementara berlangsung pemerintahan kolonial itu, ada pula dua tokoh pemuka Indonesia sendiri yang merintis suatu sistem persekolahan tersendiri, yang secara teknis bersifat modern seperti sekolah-sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda, namun dalam semangat dan isi pelajaran sangat berjiwa ketimuran dengan membawa cita-cita kemandirian bangsa. Tokoh pertama adalah R.M. Soewardi Soerjaningrat, atau lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan pada tahun 1921 atau tahun Caka 1852 yang memiliki semboyan “Lawan Sastra Ngesti Mulia”. Setahun kemudian pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta muncul organisasi baru benama Persatuan Taman Siswa yang memiliki semboyan “Suci Tata Ngesti Tunggal”. Secara lengkap nama perguruan itu adalah “Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa”.
Sebagai tokoh pergerakan nasional, Ki Hajar Dewantara tidak ragu mencantumkan kata “nationaal” pada nama perguruannya, dan dengan itu yang dimaksudkannya tentulah kenasionalan Indonesia yang bersatu untuk mengupayakan kemerdekaan bangsa dari belenggu penjajahan. #108
Falsafah pendidikan yang dikembangkannya bertolak dari penekanan kepada pembentukan kemandirian dalam hubungan yang berkomunikasi hangat antara guru dan murid.
Pada tanggal 6 Januari 1923, dalam National Onderwijs Instituut Taman Siswa dibentuk majelis yang disebut “Instituutraad”, yang bertugas memperlancar jalannya pendidikan. Dalam konferensinya di Yogyakarta tanggal 20-22 Oktober 1923, perguruan ini memperluas Institut menjadi Hoofdraat (Majelis Luhur). Pada tahun 1930, National Onderwijs Instituut Tamansiswa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Perguruan Nasional Taman Siswa. Dalam menjalankan proses pendidikannya dengan menggunakan “Sistem Among” yang mendasarkan pada: Pertama, kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakan kekuatan lahir batin, sehingga dapat hidup berdiri sendiri. Kedua, kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat- cepatnya dan sebaik-baiknya (Sulistya, 2002).
Tercatat bahwa pada tahun 1942 cabang Taman Siswa berjumlah 199 sekolah tersebar di beberapa daerah, terutama di pulau-pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, dengan pada waktu itu mempunyai sekitar 650 orang guru (Hassan, 2005; Tim Paradigma Pendidikan BSNP, 2010). Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) awalnya Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (Taman Kanak-Kanak) dan Kursus Guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru (Mulo-Kweekschool). Sekarang ini, telah dikembangkan sehingga meliputi pula Taman Madya, Prasarjana, dan Sarjana Wiyata. Dengan demikian, Taman Siswa telah meliputi semua jenjang persekolahan, dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara yang terkenal yang diungkapkan dalam bahasa Jawa berbunyai: “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”, sebagai pedoman perilaku bagi guru yang artinya: “di depan memberi teladan, di tengah menyemangati, dan mengiringkan dari belakang sambil memberi kekuatan”. Tokoh ini mendorong diberikannya juga bahan-bahan ajar yang digali dari kebudayaan setempat, sehingga dapat dikatakan bahwa kiprahnya dalam penyelenggaraan pendidikan itu adalah juga merupakan suatu gerakan budaya. #109
a. Konsep Pendidikan Taman Siswa
Menurut Suprayoko (2006) ada tujuh konsep pendidikan dalam pandangan Taman siswa, yaitu
1) Pendidikan adalah Badan Perjuangan
Tamansiswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.
2) Anti Intelektualisme
Tamansiswa anti intelektualisme; artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan dengan mengabaikan faktor- faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.
3) Asas Pancadarma
Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing- masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).
4) Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Tamansiswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.
5) Konsep Tringa
Kalau di Barat ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif, afektif dan #110
psikomotorik maka di Tamansiswa ada “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengetahui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkat-kan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya.
6) Sistem Among
Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya. Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.
7) Kerjasama
Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada.
b. Asas dan Tujuan Taman Siswa
Menurut Tirtarahardja & Sulo (2005) Perguruan Kebangsaan Taman Siswa mempunyai tujuh asas perjuangan untuk menghadapi pemerintah Kolonial Belanda serta sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup bersifat nasional, dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut dikenal dengan “asas 1922”, sebagai berikut:
1) Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri (zelf besschikkingsrecht) dengan mengingat terbitnya persatuan dalam peri kehidupan umum. #111
2) Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
3) Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
4) Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
5) Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan (zelfbegrotings-system).
6) Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan (Zelfbegrotings-system).
7) Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak (berhamba pada anak didik).
Didirikannya perguruan Taman siswa disebabkan karena keadaan pendidikan bagi rakyat Indonesia yang sangat kurangnya pengajaran yang diberikan oleh Belanda kepada bangsa Indonesia, pendidikannya sangat tidak sesuai dengan kepentingan hidup bangsa Indonesia sendiri, dan bahkan meracuni jiwa anak, menanamkan jiwa budak pengabdi kepentingan kolonial sehingga sangat mengecewakan rakyat Indonesia. Seperti diketahui, ketika Pemerintah Kolonial melaksanakan politik etis, jumlah sekolah yang didirikan bertambah banyak. Walaupun jumlah sekolah dibandingkan dengan jumlah anak usia sekolah masih sangat jauh dari cukup. Sekolah-sekolah tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan kolonial, baik kepentingan dalam bidang politik, ekonomi maupun administrasi yang sama sekali tidak ditujukan untuk kepentingan rakyat Indonesia (Setiono et al., 2013).
Menurut Tirtaraharda & Sulo (2005) tujuan Taman Siswa adalah sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang tertib dan damai. Tertib yang sebenarnya tidak akan ada jika tidak ada damai antara manusia. Damai antara manusia hanya akan ada dalam keadilan sosial sebagai wujud berlakunya kedaulatan adab kemanusiaan, yang menghilangkan segala rintangan oleh manusia terhadap sesamanya dalam sarat-sarat hidupnya, serta menjamin terbaginya sarat-sarat hidup lahir batin, secara sama rata sama rasa. Sedangkan tujuan pendidikan Taman Siswa ialah membangun anak didik beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjadi #112
manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, , cerdas dan berketerampilan serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Oleh karena itu, menurut Setiono et al (2013) tujuan didirikannya Taman Siswa tidak lain adalah untuk mendidik dan menggembleng golongan muda serta menanamkan rasa cinta tanah air dan semangat anti penjajahan. Taman Siswa berperan dalam menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Meskipun menggunakan sistem pendidikan modern Belanda, tetapi taman siswa tidak mengambil kepribadian Belanda.
Taman Siswa berusaha untuk mencapai tujuannya, di lingkungan perguruan, dengan berbagai jalan, yaitu (1) menyelenggarakan tugas pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi; (2) mengikuti dan mempelajari perkembangan dunia di luar Taman Siswa; (3) menumbuhkan lingkungan hidup keluraga Taman Siswa, sehingga dapat tampak wujud masyarakat Taman Siswa yang dicita-citakan; (4) meluaskan kehidupan ke Taman Siswa-an di luar lingkungan masyarakat perguruan, (5) menjalankan kerja pendidikan untuk masyarakat umum dengan dasar-dasar dan hidup Taman Siswa;
(6) menyelenggarakan usaha-usaha kemasyarakatan dalam masyarakat dalam bentuk-bentuk badan sosial, Usaha-usaha pembentukan kesatuan hidup kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru Indonesia, usaha pendidikan kader pembangunan, dan (7) mengusahakan terbentuknya pusat – pusat kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan masyarakat. Berbagai hal seperti pemikiran tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria sampai dengan Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan. Ketiga pencapaian itu merupakan pencapaian sebagai suatu yayasan pendidikan (Tirtarahardja & Sulo, 2005). #113
Sumber:
Husamah dkk. 2015. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Muhamadiyah. Hal.108-113.
Leave a Reply