AsikBelajar.Com | Selain karakteristik anak usia dini di atas, ada beberapa titik kritis yang perlu diperhatikan pada anak usia dini yang berbeda dengan anak usia sesudahnya. Titik kritis tersebut adalah sebagai berikut (Kanadinata, 2003).
1. Membutuhkan Rasa Aman, Istirahat dan Makanan yang Baik
Anak-anak usia dini membutuhkan keseimbangan berbagai zat makanan, latihan dan tidur yang cukup. Secara rutin anak-anak tersebut perlu diperiksa kesehatannya untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Selain itu, diperlukan pengawasan orang tua secara teratur untuk memelihara keselamatan dan perasaan keberadaan dirinya sehingga anak merasa aman secara fisik maupun psikologis.
2. Datang ke Dunia yang Diprogram untuk Meniru
Anak usia dini secara konstan mencontoh apa yang dilihat dan didengarnya. Semua kata, perilaku, sikap, keadaan, perasaan, dan kebiasaan anak atau orang dewasa di sekitarnya akan dia amati, dicatat dalam pikirannya, kemudian akan ditirunya. Imitasi atau peniruan ini merupakan salah satu cara belajar utama anak usia dini. Oleh karena itu, pemberian teladan atau contoh merupakan hal yang paling penting dalam mendidik anak usia dini.
3. Membutuhkan Latihan dan Rutinitas
Melakukan sesuatu secara berulang-ulang merupakan suatu keharusan sekaligus kesenangan bagi anak usia dini. Mereka tak pernah bosan berulangulang melakukan sesuatu, misalnya memungut kerikil, menempel gambar atau mendengarkan cerita, dan lain lain. Pengulangan ini merupakan latihan bagi anak untuk menguasai keterampilan tertentu. Selain itu, rutinitas juga merupakan proses belajar yang penting bagi kehidupan anak karena anak mengembangkan berbagai kebiasaan baik melalui rutinitas ini, misalnya melatih kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, mengucapkan terima kasih pada orang lain, dan sebagainya.
4. Memiliki Kebutuhan Untuk Banyak Bertanya dan Memperoleh
Jawaban Bertanya merupakan cara yang paling umum dilakukan oleh anak usia dini dalam proses belajarnya. Anak usia 3-4 tahun banyak bertanya menggunakan ”bagaimana” dan “mengapa”. Jika berbagai pertanyaan anak ini dilayani dengan baik melalui jawaban yang memuaskan, rasa ingin tahu dan keinginan untuk bereksplorasi pada anak akan semakin kuat. Sebaliknya, jika pertanyaan tersebut diacuhkan, dikritik atau dijawab dengan asal-asalan, anak akan merasa bersalah dengan pertanyaan yang terlanjur dia ungkapkan dan rasa bersalah ini akan menutup keinginannya untuk belajar lebih lanjut.
5. Cara Berpikir Anak Berbeda dengan Orang Dewasa
Meskipun anak kadang-kadang dapat mengerti dan melakukan perintah dari orang dewasa, namun anak usia dini belum mampu berpikir, seperti orang dewasa. Kemampuan berpikir logis pada anak berkembang lebih lambat dari pada kemampuannya dalam menguasai kata-kata. Kadang, pembicaraan anak tampak sangat menakjubkan, tetapi pikiran yang mendasari kata-katanya sebenarnya masih kekanak-kanakan dan tidak logis. Pemikiran anak lebih banyak didasari hal-hal yang tampak olehnya secara dangkal, dan sering kali kesimpulan tentang apa yang dilihatnya belum tepat. Oleh karena itu, mendidik anak usia dini sangat memerlukan kesabaran dan pemahaman.
6. Membutuhkan Pengalaman Langsung
Orang dewasa memiliki kemampuan mental untuk menghadapi situasi baru, mencari alasan dalam menjawab persoalan, menggambarkan pemecahan masalah dalam pikirannya dan mengungkapkan suatu gagasan baru. Anak usia dini belum memiliki kemampuan mental seperti itu. Pemerolehan pengetahuan pada anak lebih banyak diperoleh dari pengalaman langsung. Anak banyak belajar pada sesuatu yang hadir secara nyata di depannya. Dia belajar dengan tubuh dan indranya sendiri, misalnya dengan cara melihat. mendengar, menyentuh, mencicipi, dan mencium.
7. Trial and Error menjadi Hal Pokok dalam Belajar
Anak usia dini suka mencoba-coba. Tiap kali dia gagal, dia tidak akan bosan untuk mencoba dan mencobanya lagi. Oleh karena itu, pendidik perlu memberikan kesempatan pada anak untuk mencoba dulu dengan caranya sendiri meskipun kita tahu bahwa cara yang dia lakukan keliru. Kita perlu memotivasi anak untuk melakukan dan mengulanginya lagi karena ketekunan merupakan kunci keberhasilan hidup dan belajar. Selain itu, pendidik juga diharapkan siap untuk menunjukkan cara-cara yang benar dalam melakukan sesuatu jika anak tampak sudah lelah dengan kegagalannya atau jika anak bertanya.
8. Bermain merupakan Dunia Masa Kanak-kanak
Bermain bagi anak merupakan proses mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam dunia orang dewasa, cara bagi anak untuk memperoleh serpihan pengetahuan tentang berbagai hal, menumbuhkan hasrat bereksplorasi, melatih pertumbuhan fisik dan imajinasi, beriatih berinteraksi dengan orang dewasa dan anak lain, dan berlatih menggunakan kata-kata. Selain itu bermain membuat belajar menjadi sesuatu yang menyenangkan, dan manfaat bermain ini menjadi sangat penting karena pada saat anak masuk SD belajar akan menjadi lebih formal dan memerlukan upaya yang serius.
Sumber:
Aisyah, Siti. 2008. Materi Pokok Perkembangan dan Konsep dan Pengembangnn Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional. Hal.1.9 – 1.14.
Leave a Reply