AsikBelajar.Com | Kaum eksistensialis berpandangan bahwa wujud sifat hakikat manusia terdiri dari tujuh, meliputi kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, kata hati, tanggung jawab, rasa kebebasan, kewajiban dan hak, dan kemampuan menghayati kebahagiaan (Tirtarahardja & Sulo, 2005). Uraian dari masing-masing wujud sifat hakikat tersebut akan diuraikan satu persatu, sebagai berikut.
1. Kemampuan menyadari diri
Kemampuan menyadari diri adalah bahwa manusia itu berbeda dengan makhluk lain, karena manusia mampu mengambil jarak dengan #9
obyeknya termasuk mengambil jarak terhadap dirinya sendiri. Dia bisa mengambil jarak terhadap obyek di luar maupun ke dalam diri sendiri. Pengambilan jarak terhadap obyek di luar memungkinkan manusia mengembangkan aspek sosialnya, sedangkan pengambilan jarak terhadap diri sendiri, memungkinkaan manusia mengembangkan aspek individualnya.
2. Kemampuan bereksistensi
Adanya kemampuan mengambil jarak dengan obyekya berarti manusia mampu menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan hanya dalam kaitannya dengan soal ruang melainkan juga soal waktu. Manusia tidak terbelenggu oleh ruang (di ruang ini atau di sini), dia juga tidak terbelenggu oleh waktu (waktu ini atau sekarang ini), tetapi mampu menembus ke masa depan atau ke masa lampau. Kemampuan menempatkan diri dan menembus inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Justru karena mampu bereksistensi inilah, maka dalam dirinya terdapat unsur kebebasan.
3. Kata hati
Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik dan yang buruk bagi manusia sebagai manusia. Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusan tentang yang baik atau yang buruk, atau pun kemampuannya dalam mengambil keputusan tersebut dari sudut pandang tertentu saja, misalnya dari sudut kepentingannya sendiri dikatakan bahwa kata hatinya tidak cukup tajam. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti pula akibat keputusannya baik atau buruk bagi manusia sebagai manusia.
4. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung akibat dari perbuatan yang menuntut jawab. Wujud tanggung jawab bermacam- macam. Ada tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada masyarakat dan kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial, yang berarti siap #10
menanggung sanksi sosial manakala tanggung jawab sosial itu tidak dilaksanakan. Tanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma agama, seperti siap menanggung perasaan berdosa, terkutuk, dan sebagainya.
5. Rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah perasaan yang dimiliki oleh manusia untuk tidak terikat oleh sesuatu, selain terikat (sesuai) dengan tuntutan kodrat manusia. Manusia bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan (sesuai) dengan tuntutan kodratnya sebagai manusia. Orang mungkin hanya merasakan adanya kebebasan batin apabila ikatan-ikatan yang ada telah menyatu dengan dirinya, dan menjiwai segenap perbuatannya.
6. Kewajiban dan hak
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari manusia sebagai makhluk sosial. Keduanya tidak bisa dilepaskan satu sama lain, karena yang satu mengandaikan yang lain. Hak tak ada tanpa kewajiban, dan sebaliknya. Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa hak sering diasosiasikan dengan sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban sering diasosiasikan dengan beban. Ternyata, kewajiban itu suatu keniscayaan, artinya, selama seseorang menyebut dirinya manusia dan mau dipandang sebagai manusia, maka wajib itu menjadi suatu keniscayaan, karena jika mengelaknya berarti dia mengingkari kemanusiaannya sebagai makhluk sosial.
7. Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan manusia itu tidak terletak pada keadaannya sendiri secara faktual, atau pun pada rangkaian prosesnya, maupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupannya atau kemampuannya menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa, dan mendudukkan hal-hal tersebut dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu usaha, norma-norma dan takdir. #11
Sumber:
Husamah dkk. 2015. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Muhamadiyah. Hal. 9 – 11.
Leave a Reply